Cibubur, 3 Juli 2017
dari Komunitas Kacamata Dongeng Cibubur
Kepada Yang Terhormat Presiden Republik Indonesia, Bapak Ir. H. Joko Widodo dan Ibu Negara Republik Indonesia, Ibu Hj. Iriana
Dengan Hormat,
Salam
Kenal Kami baru memulai untuk melakukan Kegiatan Dongeng. Kami
“Komunitas Kacamata Dongeng”. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan Perdana
bagi Komunitas Kacamata Dongeng di Cibubur, dengan ini kami
informasikan.
Kami Komunitas Kacamata Dongeng (KKD), saat ini baru
belajar untuk melaksanakan pengabdian bagi masyarakat kususnya di
daerah Desa Ciangsana, Desa Nagrak dan Penduduk Kota Wisata serta
Masyarakat di sekitar Cibubur.
Pendiri dari kegiatan ini adalah
Kak Dina, Kak Neta dan Ayah Andri setelah menyelesaikan Pelatihan
tentang Dongeng di Kompas Gramedia yang di selenggarakan oleh Manajemen
Dongeng Inspiratif (MDI). Tercetuslah ide untuk melaksanakan Kegiatan
Dongeng di lingkungan sebagai bentuk tanggung jawab sosial kami. Bulan
Juni 2017 kami segera mengurus izin untuk menggunakan lokasi di Taman
Pelangi (sebrang Hero Kota Wisata). Kami juga membuka volunteer / Relawan Dongeng.
Melalui
surat ini kami menginformasikan di Cibubur dan sekitarnya ada komunitas
yang bisa mendukung program pemerintah dalam pengembangan Kecerdasan
anak dan kegiatan anak yang menarik di lingkungan kami. Kami mengundang
Kepada Yang Terhormat Presiden Republik Indonesia, Bapak Ir. H. Joko
Widodo dan Ibu Negara Republik Indonesia, Ibu Hj. Iriana untuk hadir
pada Kegiatan Perdana kami dalam Ceria Bersama Dongeng di Cibubur :
Hari Tanggal : Sabtu, 22 Juli 2017
Pukul : 07.30 – 09.00 WIB
Tempat : Taman Pelangi (sebrang Hero Kota Wisata Cibubur)
Demikian surat pemberitahuan kegiatan ini kami sampaikan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Humas kacamata Dongeng
Tampilkan postingan dengan label Seksual. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Seksual. Tampilkan semua postingan
Senin, 03 Juli 2017
Senin, 10 April 2017
Skizofrenia
ditulis oleh
Widad Zahra Adiba
Mahasiswa Psikologi Universitas Johannes-Gutenberg Mainz, Jerman
yang saat ini sedang internship di Klinik Pelangi
“Skizofrenia adalah penyakit mental yang
ditandai dengan adanya delusi dan halusinasi. Penyebabnya bisa dari
genetik dan bisa diperkuat dari faktor lingkungan juga . Jenis dari Skizo
berbagai macam seperti skizo paranoid dan skizo afektif , yaitu skizofrenia
yang dibarengi dengan episode-episode , misalnya terjadi dua minggu sekali
danterjadi hanya dalam beberapa waktu.
Ciri-ciri penderita skizo adalah muncul delusi dan
halusinasi selama 6 bulan konsisten. Delusi yang berbagai macam jenisnya
seperti contoh di kejar-kejar merasa bahwa dia orang penting dan
delusi tersebut biasanya terkait dengan kondisi-kondisi yang dia hadapai
seperti contoh diatas penderita yang merasa ia selalu diawasi ,
contoh lain yang umum yaitu penderita tidak mendapat perhatian dari
keluarga atau mendapatkan perhatian tapi dengan cara yang salah , ia diatur
sedemikian rupa, sehingga dia merasa terkekang dengan lingkungannya.
Sedangkan halusinasi yaitu bisa mendengarkan suara atau merasakan hal-hal
yang sebenarnya tidak nyata, seperti contoh mendengar suara bom padahal orang
normal tidak bisa mendengar sama sekali . Penderita skizo susah untuk
membedakan mana yang nyata dan mana yang bayangannya.
Skizofrenia bisa diobati dengan pemberian obat
penghilang halusinasi dan memang harus dikontrol skala berkala oleh
psikolog atau psikiatri hingga sembuh total”, jelas Irene Raflesia,
M.Psi,Psikolog Klinis dewasa di Klinik Pelangi
Minggu, 02 April 2017
PEDOFILIA DAN KASUS KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK
ditulis oleh
Widad Zahra Adiba
Mahasiswa Psikologi Universitas Johannes-Gutenberg Mainz, Jerman
yang saat ini sedang internship di Klinik Pelangi
Kabar
terbaru belakangan ini yang cukup memprihatinkan, terutama bagi para
orang tua adalah ditemukan akun grup Facebook bernama Loly Candy
Official yang memuat kurang lebih 600 foto dan video ponografi anak
usia di bawah umur. Karena korbannya adalah anak anak, banyak orang yang
salah kaprah mengatakan bahwa pemilik dan anggota Akun FB tersebut
adalah ‘Pedofil’. Nyatanya, tidak semua pelaku kekerasan terhadap anak
adalah penderita Pedofilia.
Untuk
mengetahui apakah sesorang penderita Pedofilia atau tidak, membutuhkan
waktu yang tidak singkat dan hanya dapat dilakukan oleh psikiater
forensik. Dikutip dari siaran pers PAI (Proklamasi Anak Indonesia) oleh
Mamik Sri Supatmi, Dosen Kriminologi UI, “Mendefinisikan pelaku
kejahatan seksual pada anak sebagai Pedofil dan pendefinisian Pedofil
terhadap tersangka akun Grup FB Loly Candy tanpa pemeriksaan medis tidak
dibenarkan dan dikhawatirkan menimbulkan masalah baru”. Potensi
meringankan atau menghapus kesalahan orang dengan penyakit jiwa dapat
ditemukan pada peraturan Undang-Undang Hukum, pasal 44 KUHP sehingga
menyebut pelaku kekerasan seksual terhadap anak sebagai Pedofilia
berpotensi untuk digunakan sebagai alasan pemaaf bagi para pelaku. Oleh
karena itu, sebaiknya penyebutan Pedofilia dalam pemberitaan kasus
kekerasan seksual diganti dengan sebutan pelaku kekerasan seksual anak.

Lalu
bagaimana cara penanganan penderita Pedofilia? “Penanganannya cukup
kompleks karena biasanya para penderita Parafilia tidak mencari bantuan
untuk gangguannya. Penanganan pada akhirnya ‘dipaksakan’ karena ia
tertangkap dalam kasus kekerasan seksualnya. Treatment atau intervensi penanganan Pedofilia bisa secara biologis maupun psikologis“, tambah Psikolog Sinta.
“Secara psikologis bisa dilakukan dengan terapi modifikasi perilaku. Contohnya dengan aversion therapy
yang bertujuan menghilangkan respon seksual terhadap objek atau situasi
yang membuat penderita terangsang secara seksual. Tekniknya adalah
dengan memberikan exposure yang tidak mengenakkan, bisa dengan
suara keras atau setrum listrik dalam kadar aman saat penderita melihat
gambar atau subjek yang merangsang baginya”.
“Prosedur desensitization
untuk mengurangi rasa cemas juga bisa dilakukan pada penderita.
Misalnya penderita diajarkan teknik relaksasi sambil perlahan membangun
visualisasi relasi seksual yang normal dengan sesama orang
dewasa. Terapi kognitif juga bisa dilakukan bersamaan dengan terapi
perilaku, untuk membantu penderita belajar teknik sosialisasi yang bisa
diterima lingkungan, tanpa melakukan hal-hal yang menyimpang secara
seksual “.
Salah
satu Psikolog Klinis Anak dari Klinik Pelangi, Gisella Tani Pratiwi,
M.Psi menjelaskan bahwa banyaknya kasus kekerasan seksual anak (KSA)
menyebabkan masyarakat sekarang semakin sadar bahwa kekerasan seksual
adalah bentuk kriminalitas yang melanggar hukum. Kesadaran tersebut baik
karena diharapkan dapat meminimalisir kasus KSA. Psikolog yang biasa
disapa Ella ini yakin bahwa masih banyak kasus kekerasan seksual anak
yang belum terungkap karena masih dianggap tabu dan memalukan.
Menurutnya, kemampuan negara untuk mencegah dan menangani kasus KSA
masih sangat minim dan kurang baik. Oleh sebab itu, banyak pekerjaan
yang perlu dilakukan bersama-sama untuk menangani KSA secara menyeluruh.
Hal ini juga diakui oleh psikolog
Sinta bahwa jumlah anak-anak korban kekerasan seksual pada kasus waktu
lalu tersebut sangat banyak dan juga sangat memprihatinkan. “Fenomena
ini seperti gunung es, dimana pastinya banyak sekali hal yang harus
dibereskan dari dasarnya, terutama dalam penanganan para korban,
penanganan para pelaku, penanganan para ‘penikmat’ video di grup FB
tersebut, dan juga memberikan edukasi bagi para orang tua korban. Banyak
sekali masalah yang harus dibereskan dari kasus ini”, tegas psikolog Sinta.
Tentu
kasus ini juga membuat orang tua was-was akan sang buah hati. Lalu apa
saja hal yang bisa dilakukan orang tua untuk melindungi buah hatinya
dari kekerasan seksual? Berikut ini adalah tips dari psikolog Sinta dan psikolog Ella :
- Pengawasan yang cukup pada anak
Disarankan
orang tua perlu memiliki pengawasan yang cukup ketat pada anaknya.
Ketat dalam artian orang tua harus mengetahui dengan siapa saja anak
berinteraksi setiap harinya. Pelaku kekerasan seksual bisa mendekati
anak dengan cara-cara yang tersamar sehingga seringkali orang tua kurang
waspada. Kerjasama dengan pihak sekolah, pengasuh, dan mereka yang
berinteraksi dengan anak sehari-hari, harus terjalin dengan baik
sehingga meskipun orang tua bekerja, orang tua masih bisa mengawasi
anak terus-menerus lewat bantuan pengawasan orang-orang terdekat.
- Berikan pengetahuan sex education pada anak sejak dini
Orang tua harus membekali anak dengan pengetahuan tentang sex education
sejak dini, tetapi tentunya pilih yang sesuai dengan taraf kematangan
anak. Saat ini banyak buku dan media ajar bagi anak untuk memberikan
pemahaman mengenai sex education yang sesuai untuk tahapan usia
anak. Misalnya mengajarkan anak untuk bisa menolak dengan tegas kalau
ada orang lain yang ingin menyentuhnya di bagian tubuh yang tertutup
pakaian dalam, dan lainnya. Berikut adalah panduan mengenai hal ini :
- Pada anak usia TK sampai SD kelas 3 atau 4 : perlu mengenali bagian-bagian anggota tubuh serta fungsinya, mengetahui bagian tubuh yang pribadi atau private (bagian tubuh yg ditutupi pakaian dalam dan juga bagian mulut) yang tidak boleh disentuh atau diperlihatkan kepada sembarang orang, kemudian ajarkan sentuhan aman dan tidak aman. Sentuhan aman yang dimaksud adalah yang bertujuan membuat sehat dan bersih, seperti ketika diperiksa dokter. Selain itu menghargai tubuh dengan berani berkata tidak ketika ada yg memaksa melakukan sentuhan tidak aman pada bagian tubuh pribadi (private)
- Pada anak usia pra remaja dan remaja : perlu ditambahkan tentang edukasi mengenai perubahan-perubahan yang akan atau telah dialami ketika pubertas, mulai dari perubahan fisik hormonal sampai perubahan psikologis seperti adanya dorongan seksual, emosi yang fluktuatif, dan sebagainya. Selain itu, terbukalah akan hal-hal khusus yang menjadi perhatian atau masalah pada remaja sehingga remaja dapat berdiskusi dengan orang yang tepat.
Terkadang orang tua merasa canggung untuk membicarakan hal hal yang berbau sex education kepada anak, memberikan buku yang mengajarkan sex education juga bisa menjadi sarana bagi para orang tua, seperti buku yang berjudul ‘Ngobrol Soal Tubuh dan Seksualitas’ oleh Kristi Poerwandani dan Habsjah.
- Pengawasan akses sosial media pada anak
Sebaiknya anak-anak tidak diberikan akses ke sosial media hingga usianya cukup matang secara emosi. Penggunaan gadget
untuk akses ke sosial media juga harus diawasi dan kalaupun dilakukan,
orang tua harus punya akses juga ke sosial media anaknya.
- Bangun komunikasi dan relasi yang hangat dengan anak
Orang
tua perlu membangun komunikasi dan relasi yang hangat dengan anak agar
anak mau terbuka menceritakan segala kejadian yang menimpanya. Orang tua
juga perlu berdiskusi dengan anak mengenai pergaulan anak, maraknya
informasi dan peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini. Tujuannya agar
anak tidak segan dan tidak malu bertanya kepada orang tua, terutama
terkait dengan isu seksualitasnya. Akan lebih baik bila anak bertanya
kepada orang tuanya daripada bertanya kepada teman atau mencari tahu di
internet yang tidak jelas sumber kebenarannya.
- Bimbing dan ketahui aktivitas yang anak lakukan, arahkan anak pada kegiatan positif dengan lingkungan yang membawa pengaruh baik bagi anak
Orang
tua perlu mengetahui aktivitas keseharian yang dilakukan anak. Arahkan
anak untuk mengikuti kegiatan positif yang berguna bagi dirinya,
misalnya mengikuti kegiatan ekstrakulikuler seni, olahraga serta
kegiatan organisasi ataupun komunitas yang sesuai dengan hobi.
Narasumber :
- Sinta Mira, M.Psi, Psikolog Klinis Dewasa di Klinik Pelangi
- Gisella Tani Pratiwi, M.Psi, Psikolog Klinis Dewasa di Klinik Pelangi
Sumber Referensi:
DSM-5 (Diagnostic and Statistic Manual edisi kelima). (2013). Arlington, USA : American
Psychiatric Association.
PAI (Proklamasi Anak Indonesia). (2017). Artikel Siaran Pers: Hentikan Penyebutan Pedofil
Untuk Pelaku Kejahatan Seksual Terhadap Anak. Indonesia : Jakarta.
Poerwandani, K. dan Habsjah, A. (2006). Buku ‘Ngobrol Soal Tubuh dan Seksualitas’.
Jakarta : Penerbit Program Kajian Wanita Program Pascasarjana UI
Label:
Dunia Kerja,
ide cerita,
Kekerasan anak,
Kekerasan Seksual pada Anak,
Pedofilia,
Psikologi,
Psikologi Anak,
Psikologi dewasa,
psikososial,
Seksual,
Tips Anti Kekerasan
Langganan:
Postingan (Atom)