Cibubur, 3 Juli 2017
dari Komunitas Kacamata Dongeng Cibubur
Kepada Yang Terhormat Presiden Republik Indonesia, Bapak Ir. H. Joko Widodo dan Ibu Negara Republik Indonesia, Ibu Hj. Iriana
Dengan Hormat,
Salam
Kenal Kami baru memulai untuk melakukan Kegiatan Dongeng. Kami
“Komunitas Kacamata Dongeng”. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan Perdana
bagi Komunitas Kacamata Dongeng di Cibubur, dengan ini kami
informasikan.
Kami Komunitas Kacamata Dongeng (KKD), saat ini baru
belajar untuk melaksanakan pengabdian bagi masyarakat kususnya di
daerah Desa Ciangsana, Desa Nagrak dan Penduduk Kota Wisata serta
Masyarakat di sekitar Cibubur.
Pendiri dari kegiatan ini adalah
Kak Dina, Kak Neta dan Ayah Andri setelah menyelesaikan Pelatihan
tentang Dongeng di Kompas Gramedia yang di selenggarakan oleh Manajemen
Dongeng Inspiratif (MDI). Tercetuslah ide untuk melaksanakan Kegiatan
Dongeng di lingkungan sebagai bentuk tanggung jawab sosial kami. Bulan
Juni 2017 kami segera mengurus izin untuk menggunakan lokasi di Taman
Pelangi (sebrang Hero Kota Wisata). Kami juga membuka volunteer / Relawan Dongeng.
Melalui
surat ini kami menginformasikan di Cibubur dan sekitarnya ada komunitas
yang bisa mendukung program pemerintah dalam pengembangan Kecerdasan
anak dan kegiatan anak yang menarik di lingkungan kami. Kami mengundang
Kepada Yang Terhormat Presiden Republik Indonesia, Bapak Ir. H. Joko
Widodo dan Ibu Negara Republik Indonesia, Ibu Hj. Iriana untuk hadir
pada Kegiatan Perdana kami dalam Ceria Bersama Dongeng di Cibubur :
Hari Tanggal : Sabtu, 22 Juli 2017
Pukul : 07.30 – 09.00 WIB
Tempat : Taman Pelangi (sebrang Hero Kota Wisata Cibubur)
Demikian surat pemberitahuan kegiatan ini kami sampaikan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Humas kacamata Dongeng
Tampilkan postingan dengan label ide cerita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ide cerita. Tampilkan semua postingan
Senin, 03 Juli 2017
Minggu, 02 April 2017
PEDOFILIA DAN KASUS KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK
ditulis oleh
Widad Zahra Adiba
Mahasiswa Psikologi Universitas Johannes-Gutenberg Mainz, Jerman
yang saat ini sedang internship di Klinik Pelangi
Kabar
terbaru belakangan ini yang cukup memprihatinkan, terutama bagi para
orang tua adalah ditemukan akun grup Facebook bernama Loly Candy
Official yang memuat kurang lebih 600 foto dan video ponografi anak
usia di bawah umur. Karena korbannya adalah anak anak, banyak orang yang
salah kaprah mengatakan bahwa pemilik dan anggota Akun FB tersebut
adalah ‘Pedofil’. Nyatanya, tidak semua pelaku kekerasan terhadap anak
adalah penderita Pedofilia.
Untuk
mengetahui apakah sesorang penderita Pedofilia atau tidak, membutuhkan
waktu yang tidak singkat dan hanya dapat dilakukan oleh psikiater
forensik. Dikutip dari siaran pers PAI (Proklamasi Anak Indonesia) oleh
Mamik Sri Supatmi, Dosen Kriminologi UI, “Mendefinisikan pelaku
kejahatan seksual pada anak sebagai Pedofil dan pendefinisian Pedofil
terhadap tersangka akun Grup FB Loly Candy tanpa pemeriksaan medis tidak
dibenarkan dan dikhawatirkan menimbulkan masalah baru”. Potensi
meringankan atau menghapus kesalahan orang dengan penyakit jiwa dapat
ditemukan pada peraturan Undang-Undang Hukum, pasal 44 KUHP sehingga
menyebut pelaku kekerasan seksual terhadap anak sebagai Pedofilia
berpotensi untuk digunakan sebagai alasan pemaaf bagi para pelaku. Oleh
karena itu, sebaiknya penyebutan Pedofilia dalam pemberitaan kasus
kekerasan seksual diganti dengan sebutan pelaku kekerasan seksual anak.

Lalu
bagaimana cara penanganan penderita Pedofilia? “Penanganannya cukup
kompleks karena biasanya para penderita Parafilia tidak mencari bantuan
untuk gangguannya. Penanganan pada akhirnya ‘dipaksakan’ karena ia
tertangkap dalam kasus kekerasan seksualnya. Treatment atau intervensi penanganan Pedofilia bisa secara biologis maupun psikologis“, tambah Psikolog Sinta.
“Secara psikologis bisa dilakukan dengan terapi modifikasi perilaku. Contohnya dengan aversion therapy
yang bertujuan menghilangkan respon seksual terhadap objek atau situasi
yang membuat penderita terangsang secara seksual. Tekniknya adalah
dengan memberikan exposure yang tidak mengenakkan, bisa dengan
suara keras atau setrum listrik dalam kadar aman saat penderita melihat
gambar atau subjek yang merangsang baginya”.
“Prosedur desensitization
untuk mengurangi rasa cemas juga bisa dilakukan pada penderita.
Misalnya penderita diajarkan teknik relaksasi sambil perlahan membangun
visualisasi relasi seksual yang normal dengan sesama orang
dewasa. Terapi kognitif juga bisa dilakukan bersamaan dengan terapi
perilaku, untuk membantu penderita belajar teknik sosialisasi yang bisa
diterima lingkungan, tanpa melakukan hal-hal yang menyimpang secara
seksual “.
Salah
satu Psikolog Klinis Anak dari Klinik Pelangi, Gisella Tani Pratiwi,
M.Psi menjelaskan bahwa banyaknya kasus kekerasan seksual anak (KSA)
menyebabkan masyarakat sekarang semakin sadar bahwa kekerasan seksual
adalah bentuk kriminalitas yang melanggar hukum. Kesadaran tersebut baik
karena diharapkan dapat meminimalisir kasus KSA. Psikolog yang biasa
disapa Ella ini yakin bahwa masih banyak kasus kekerasan seksual anak
yang belum terungkap karena masih dianggap tabu dan memalukan.
Menurutnya, kemampuan negara untuk mencegah dan menangani kasus KSA
masih sangat minim dan kurang baik. Oleh sebab itu, banyak pekerjaan
yang perlu dilakukan bersama-sama untuk menangani KSA secara menyeluruh.
Hal ini juga diakui oleh psikolog
Sinta bahwa jumlah anak-anak korban kekerasan seksual pada kasus waktu
lalu tersebut sangat banyak dan juga sangat memprihatinkan. “Fenomena
ini seperti gunung es, dimana pastinya banyak sekali hal yang harus
dibereskan dari dasarnya, terutama dalam penanganan para korban,
penanganan para pelaku, penanganan para ‘penikmat’ video di grup FB
tersebut, dan juga memberikan edukasi bagi para orang tua korban. Banyak
sekali masalah yang harus dibereskan dari kasus ini”, tegas psikolog Sinta.
Tentu
kasus ini juga membuat orang tua was-was akan sang buah hati. Lalu apa
saja hal yang bisa dilakukan orang tua untuk melindungi buah hatinya
dari kekerasan seksual? Berikut ini adalah tips dari psikolog Sinta dan psikolog Ella :
- Pengawasan yang cukup pada anak
Disarankan
orang tua perlu memiliki pengawasan yang cukup ketat pada anaknya.
Ketat dalam artian orang tua harus mengetahui dengan siapa saja anak
berinteraksi setiap harinya. Pelaku kekerasan seksual bisa mendekati
anak dengan cara-cara yang tersamar sehingga seringkali orang tua kurang
waspada. Kerjasama dengan pihak sekolah, pengasuh, dan mereka yang
berinteraksi dengan anak sehari-hari, harus terjalin dengan baik
sehingga meskipun orang tua bekerja, orang tua masih bisa mengawasi
anak terus-menerus lewat bantuan pengawasan orang-orang terdekat.
- Berikan pengetahuan sex education pada anak sejak dini
Orang tua harus membekali anak dengan pengetahuan tentang sex education
sejak dini, tetapi tentunya pilih yang sesuai dengan taraf kematangan
anak. Saat ini banyak buku dan media ajar bagi anak untuk memberikan
pemahaman mengenai sex education yang sesuai untuk tahapan usia
anak. Misalnya mengajarkan anak untuk bisa menolak dengan tegas kalau
ada orang lain yang ingin menyentuhnya di bagian tubuh yang tertutup
pakaian dalam, dan lainnya. Berikut adalah panduan mengenai hal ini :
- Pada anak usia TK sampai SD kelas 3 atau 4 : perlu mengenali bagian-bagian anggota tubuh serta fungsinya, mengetahui bagian tubuh yang pribadi atau private (bagian tubuh yg ditutupi pakaian dalam dan juga bagian mulut) yang tidak boleh disentuh atau diperlihatkan kepada sembarang orang, kemudian ajarkan sentuhan aman dan tidak aman. Sentuhan aman yang dimaksud adalah yang bertujuan membuat sehat dan bersih, seperti ketika diperiksa dokter. Selain itu menghargai tubuh dengan berani berkata tidak ketika ada yg memaksa melakukan sentuhan tidak aman pada bagian tubuh pribadi (private)
- Pada anak usia pra remaja dan remaja : perlu ditambahkan tentang edukasi mengenai perubahan-perubahan yang akan atau telah dialami ketika pubertas, mulai dari perubahan fisik hormonal sampai perubahan psikologis seperti adanya dorongan seksual, emosi yang fluktuatif, dan sebagainya. Selain itu, terbukalah akan hal-hal khusus yang menjadi perhatian atau masalah pada remaja sehingga remaja dapat berdiskusi dengan orang yang tepat.
Terkadang orang tua merasa canggung untuk membicarakan hal hal yang berbau sex education kepada anak, memberikan buku yang mengajarkan sex education juga bisa menjadi sarana bagi para orang tua, seperti buku yang berjudul ‘Ngobrol Soal Tubuh dan Seksualitas’ oleh Kristi Poerwandani dan Habsjah.
- Pengawasan akses sosial media pada anak
Sebaiknya anak-anak tidak diberikan akses ke sosial media hingga usianya cukup matang secara emosi. Penggunaan gadget
untuk akses ke sosial media juga harus diawasi dan kalaupun dilakukan,
orang tua harus punya akses juga ke sosial media anaknya.
- Bangun komunikasi dan relasi yang hangat dengan anak
Orang
tua perlu membangun komunikasi dan relasi yang hangat dengan anak agar
anak mau terbuka menceritakan segala kejadian yang menimpanya. Orang tua
juga perlu berdiskusi dengan anak mengenai pergaulan anak, maraknya
informasi dan peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini. Tujuannya agar
anak tidak segan dan tidak malu bertanya kepada orang tua, terutama
terkait dengan isu seksualitasnya. Akan lebih baik bila anak bertanya
kepada orang tuanya daripada bertanya kepada teman atau mencari tahu di
internet yang tidak jelas sumber kebenarannya.
- Bimbing dan ketahui aktivitas yang anak lakukan, arahkan anak pada kegiatan positif dengan lingkungan yang membawa pengaruh baik bagi anak
Orang
tua perlu mengetahui aktivitas keseharian yang dilakukan anak. Arahkan
anak untuk mengikuti kegiatan positif yang berguna bagi dirinya,
misalnya mengikuti kegiatan ekstrakulikuler seni, olahraga serta
kegiatan organisasi ataupun komunitas yang sesuai dengan hobi.
Narasumber :
- Sinta Mira, M.Psi, Psikolog Klinis Dewasa di Klinik Pelangi
- Gisella Tani Pratiwi, M.Psi, Psikolog Klinis Dewasa di Klinik Pelangi
Sumber Referensi:
DSM-5 (Diagnostic and Statistic Manual edisi kelima). (2013). Arlington, USA : American
Psychiatric Association.
PAI (Proklamasi Anak Indonesia). (2017). Artikel Siaran Pers: Hentikan Penyebutan Pedofil
Untuk Pelaku Kejahatan Seksual Terhadap Anak. Indonesia : Jakarta.
Poerwandani, K. dan Habsjah, A. (2006). Buku ‘Ngobrol Soal Tubuh dan Seksualitas’.
Jakarta : Penerbit Program Kajian Wanita Program Pascasarjana UI
Label:
Dunia Kerja,
ide cerita,
Kekerasan anak,
Kekerasan Seksual pada Anak,
Pedofilia,
Psikologi,
Psikologi Anak,
Psikologi dewasa,
psikososial,
Seksual,
Tips Anti Kekerasan
Sabtu, 01 April 2017
Pentingnya Mengajarkan Toleransi dan Mengenalkan Anak tentang Keberagaman Sejak Dini
ditulis oleh
Widad Zahra Adiba
Mahasiswa Psikologi Universitas Johannes-Gutenberg Mainz, Jerman
yang saat ini sedang internship di Klinik Pelangi
Sudah
banyak sekali contoh yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari dan
di seluruh belahan dunia tentang semakin menipisnya nilai toleransi.
Seperti halnya di Amerika serikat, ada ketidaksetaraan terhadap
masyarakat kulit hitam sejak dulu, kemudian saat ini muncul beberapa
kebijakan yang tidak ramah terhadap imigran. Di beberapa negara, seperti
Arab Saudi dan Mesir memberikan kelompok pria quota yang lebih besar
dibandingkan perempuan untuk mengakses ruang publik dan bidang
profesional. Contoh lainnya di Indonesia semasa proses kampanye
pemilihan gubernur DKI Jakarta yang sempat diwarnai oleh isu SARA serta
turut menimbulkan percekcokan di berbagai kalangan.
Yang
memprihatinkan adalah nasib generasi muda bangsa kita, dikhawatirkan
mengikuti arus zaman yang semakin lama semakin kehilangan makna
toleransi antarsesama. Padahal toleransi sangat penting untuk
diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari agar dapat mudah menerima
perbedaan tanpa menghakimi satu sama lain yang nantinya bisa menimbulkan
masalah-masalah baru. Seperti yang dialami oleh penulis sendiri, yang
adalah seorang Mahasiswa Indonesia yang sekarang kuliah dan hidup di
Jerman. Di sana, baik itu di Universitas, di tempat kerja sambilan, di
lingkungan tempat tinggal, dan lainnya kita pasti bertemu dengan
teman-teman baru dari cakupan internasional. Tidak hanya yang berasal
dari Jerman saja, banyak juga yang datang dari negara lain, seperti
Amerika, Jepang, Brazil, Albania, Ekuador, Korea, dan masih banyak lagi
dengan latar belakang yang berbeda. Untuk dapat berbaur dan bekerja
sama, kita perlu terbuka dan menerima perbedaan tersebut. Dengan adanya
toleransi, pikiran terbuka, dan saling menghargailah yang membuat kita
semua berteman.
Banyak
orang tua di Indonesia yang memilih menyekolahkan anak di sekolah yang
homogen, seperti sekolah berbasis agama, dengan berbagai tujuan. Hal ini
tidaklah salah, melainkan pengelompokan pada suatu kelompok tertentu
yang terkadang membuat sulit untuk mengenalkan anak bahwa sebenarnya
Indonesia adalah negara yang sangat beragam, dari segi agama, budaya,
bahasa daerah, suku, ras dan lainnya.

“Perbedaan adalah sesuatu yang tidak bisa
dihindari, karena setiap orang tentunya berbeda-beda. Anak kembar
sekalipun pasti berbeda, dari sifat, kebiasaan, sampai kepribadiannya.
Ketika kita hidup bermasyarakat, kita perlu mengembangkan sikap
toleransi agar kita dapat menghargai orang lain yang berbeda dari kita,
seperti perbedaan pendapat, perilaku, kebiasaan, karakter, dan
lain-lain”, jelas Reneta Kristiani M.Psi., seorang Psikolog Klinis Anak
dari Klinik Pelangi di Kota Wisata, Cibubur mengenai pengertian
toleransi. Psikolog yang biasa disapa Neta ini menjelaskan bahwa setiap
orang itu diciptakan Tuhan unik dengan perbedaan masing-masing. Oleh
karena itu, perbedaan sebaiknya bukan menjadi sumber konflik atau suatu
bahan cemoohan atau ejekan, tetapi justru dengan perbedaan itu sendiri
dunia menjadi kaya akan keberagaman, indah, dan tidak membosankan”.
Sangat penting mengajarkan toleransi kepada anak agar anak bisa
menghargai orang lain yang berbeda darinya. Berikut tips-tips yang bisa
dilakukan orang tua di rumah untuk mengajarkan anak tentang toleransi
dan mengenalkan pada keberagaman :
1. Mengenalkan perbedaan dari lingkungan terkecil

- Belajar menghargai pendapat orang lain
Seringkali
kita temukan dalam keluarga adanya perbedaan pendapat. Contoh kecil
adalah adik ingin makan di restoran A, tetapi kakak ingin makan di
restoran B. Orang tua sebaiknya menengahi dan memberikan solusi agar
anak bisa belajar untuk menghargai perbedaan pendapat tersebut dan
berdiskusi untuk mencapai kesepakatan. Misalnya, minggu ini makan di
restoran A terlebih dahulu dan minggu depan makan di restoran B sehingga
anak terbiasa untuk mengungkapkan pendapatnya dan juga menghargai
pendapat orang lain yang berbeda darinya serta dapat menyelesaikan
masalah dengan bermusyawarah untuk mencapai mufakat.
- Mengajarkan anak untuk saling berbagi
Jika
anak sejak dini sudah diajarkan untuk saling berbagi, kelak dewasa
nanti akan menjadi terbiasa untuk berbagi tanpa memilih-milih dan
membeda-bedakan orang lain. Anak perlu diperkenalkan dengan berbagai
komunitas yang berbeda dengannya, misalnya belajar berbagi dengan
anak-anak lain di Panti Asuhan.
- Mengajarkan anak untuk bermain dengan siapa saja
Setelah
lingkungan keluarga, sekolah adalah lingkungan kedua yang ditemui anak.
Di sekolah tentunya anak akan menemui teman yang berbeda dari dirinya,
karena teman-teman tersebut dibesarkan di lingkungan keluarga yang
berbeda darinya. Walaupun di dalam sekolah homogen sekalipun, pasti
tetap saja ada perbedaan, seperti fisik, kebiasaan, pola asuh keluarga,
dsb. Sebaiknya orang tua jangan bosan-bosan mengajak anak berbicara dan
bertanya mengenai siapa saja teman bermainnya. “Tekankan kepada anak
untuk bermain dengan siapa saja, tidak memilih-milih teman bermain dan
tidak membeda-bedakan. Memberikan anak-anak kesempatan bermain dengan
tetangga yang beraneka ragam juga sangat disarankan”, ungkap Rita.
- Berkumpul dengan keluarga besar
“Ajak
anak berkumpul bersama keluarga besar, sehingga anak dapat lebih
mengenal keluarga besar dan perbedaan karakter masing-masing orang dalam
keluarga besar” tutur Rita.
- Ajarkan anak untuk fleksibel
“Selain itu, fleksibilitas
sangat penting agar anak dapat menerima perbedaan dan juga belajar
bermasyarakat, karena di masyarakat kita tidak bisa memaksakan pandangan
orang lain harus sama dengan pandangan yang kita miliki. Kita justru
harus terbuka, open mind untuk bisa beradaptasi, menyesuaikan
diri dengan lingkungan yang berbeda.Jika anak kita sudah besar dan akan
kuliah di luar kota, anak tentu harus belajar beradaptasi di lingkungan
setempat. Belum lagi jika harus kuliah keluar negeri yang nantinya perlu
belajar mengenal perbedaan di luar negeri, misalnya mengetahui adat
istiadat dan budaya masyarakat setempat serta berbagai peraturan di
negara tersebut. Oleh sebab itu, untuk mencegah culture shock (gegar budaya), anak perlu belajar beradaptasi dan bertoleransi menerima perbedaan yang ada”, jelas psikolog Neta.
- Mengajarkan anak tentang toleransi lewat dongeng, buku cerita atau film
Jika anak sudah agak besar, anak bisa diajak berdiskusi lewat film-film yang mengandung unsur toleransi, seperti film Zootopia. Film itu mengajarkan tentang perbedaan dan pentingnya untuk tidak menilai orang sesuai dengan ras-nya (stereotype).
Contohnya kelinci yang dianggap sebagai makhluk yang lemah, justru di d
alam film ini kelinci digambarkan sebagai sosok yang gesit dan dapat
menjadi seorang polisi hebat yang melawan penjahat. Demikian juga dengan
rubah yang dicap (labelling) sebagai binatang yang licik.
Padahal tokoh rubah dalam film ini ingin dapat berbuat baik. Akibatnya
karena merasa tidak dipercaya oleh lingkungan sekitarnya, ia pun
berperilaku sesuai dengan apa yang dicap orang lain, menipu orang lain.
Dari film tersebut tekankan kepada anak bahwa berteman itu tidak boleh
melihat orang dari luarnya saja atau dari stereotype
orang- orang. “Penting untuk tidak saling mengejek atau melabel
seseorang dari ciri fisik tertentu, ras, suku ataupun agama. Ajarkan
kepada anak bahwa yang terpenting adalah hati dan prestasinya, bukan
dari atribut yang sudah terberi sejak lahir (seperti ciri fisik, warna
kulit, dll)”, jelas psikolog Neta. Selain itu, buku-buku cerita tentang
kebudayaan juga bisa menjadi sarana untuk memperkenalkan anak pada
keberagaman dan toleransi, contohnya buku dongeng berjudul ‘Ya, Kami
Berbeda’ , ‘Ketika DamDam Kehilangan Wajahnya’, ‘Barongan Kecil’, ‘The Ugly Duck‘, dsb.
8. Mengajarkan anak untuk menerima diri apa adanya
Banyak iklan-iklan yang mengubah image orang lain terhadap dirinya sendiri, seperti iklan kecantikan memberikan image bahwa
cantik itu harus berkulit putih, berambut panjang dan langsing,
sehingga anak menjadi kurang percaya diri jika dirinya tidak sama dengan
image yang diberikan oleh iklan tersebut. Padahal sebenarnya
standard kecantikan itu berbeda-beda. Penting bagi anak untuk menerima
dirinya apa adanya dan tidak terpengaruh iklan. Ajarkan anak untuk
menghargai diri sendiri agar dapat terbentuk konsep diri yang baik
sehingga anak tidak membeda-bedakan orang lain dan mengejek orang lain
hanya karena ciri fisiknya yang berbeda.
9. Doronglah anak supaya bergaul, tidak hanya sibuk belajar di sekolah
Jika
anak sudah mulai beranjak remaja, ajak anak untuk ikut aktif dalam
kegiatan berorganisasi. Karena dari pergaulan tersebut, anak bisa
mengenali karakter orang lain dan belajar untuk menerima perbedaan,
kelemahan dan kelebihan teman-temannya. Jika anak dari kecil susah
bergaul, nanti saat dewasa kelak dikhawatirkan tidak bisa menerima
perbedaan orang di lingkungannya, merasa dirinya paling benar, egois
dan tertutup.
Narasumber :
- Masniarita Siburian Silalahi (Rita), pengelola dan pendiri ICA (Indonesian Cultural Adventure) http://www.cultureofindonesia.info/
- Reneta Kristiani, M.Psi. (Psikolog Neta), Psikolog Klinis Anak di Klinik Pelangi http://klinikpelangi.com
Sumber Referensi :
http://print.kompas.com/baca/sosok/2017/02/03/Menyemai-Cinta-pada Keberagaman
http://kompasprint.com/vod/ungkidanrita
http://www.cultureofindonesia.info/

Senin, 06 Februari 2017
BE HAPPY AND SAFETY IN USING SOCIAL MEDIA
Psikolog Anak Klinik Pelangi
dalam acara seminar
BE HAPPY AND SAFETY IN USING SOCIAL MEDIA
jika Ingin Seminar Semacam ini dapat hubungi kami di
0812.911.86.736
Senin, 12 September 2016
Story telling and Treasure hunt
Setelah sukses dengan acara menghias sepeda dan 17an
Club Anak Amerika berhasil mengadakan aacara :
’’Story telling and Treasure hunt’’
Pada hari Sabtu, 10 September 2016 Pukul 09.00 – 10.00 WIB
Blok A10 No 12 untuk anak anak TK dan SD Jumlah Peserta 16 anak.
Nantikan Kegiatan Club Anak Amerika di Bulan Oktober 2016
Salam hangat,
klinikpelangi@gmail.com
Klinikpelangi : 0812.911.86.736
Berikut Hasil Foto kegiatan :
Senin, 29 Agustus 2016
dapat ide dari Ignition 2 Jakarta
Semangat Untuk pengembanagn Ruang dan Publikasi Psikologi
untuk masyarakat di Indonesia, berikut pelajaran yg dapat di petik melalui Ignition
2 Jakarta :
Mari simak :
The Startup Journey
Mulai dengan Ide yang out of the Box, disini pemerintah
sudah memfasilitasi dengan memberikan banyak kemudahan, butuh apa, Modal,
Infrastruktur, ilmu, semua di bagikan oleh Badan Ekonomi Kreatif( BEKRAF)
Perlu disampaikan BEKRAF memiliki 6 Deputi :
Deputi Riset, Edukasi, dan Pengembangan
Deputi Akses Permodalan
Deputi Infrastruktur
Deputi Pemasaran
Deputi Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual dan Regulasi
Deputi Hubungan Antar Lembaga dan Wilayah
Semua Deputi untuk melayani masyarakat ekonomi Kreatif
Jadi Buatlah ide yg bisa di tularkan ke digital dan bisa di
bagikan untuk masyarakat
Think Like a Founder
Para pendiri perusahaan adalah anda, bisa saja anda berfikir
menjadi Penggagas ide,
Berfikirlah untuk membantu masyarakat dan kesejahteraan social,
ingat jangan berfikir keutungan terlebih dahulu, jadi harapanya bagaimana kita
dapat memberdayakan masyarakat melalui ide kreatif kita.
Making Social Impact
with Technology
Ayo buat dampak menjadi orang baik dengan membuat aplikasi social
yang bisa menolong orang lain.
Saat ini anak muda Indonesia sudah menggunakan internet
untuk kebutuhan informasi di kebutuhannya. Maka aank muda jangan hanya
memanfaatkan teknologi untuk konsumsi semata,
Melainkan jadilah creator pembuat aplikasi melalui
pengajaran dan ilmu yg dapat dibagikan melalui #1000StartupDigital
Notions of Innovation
Melalui informasi ini, diharapkan banyak anak muda Indonesia
dapat ber inovasi untuk kesejahteraan Masyarakat di Indonesia.
How to Scale Your
Startup
Nah di sesi ini diajarkan cara tetap focus dengan bisnis dan
pengembangan usaha dengan skala yg sudah diperhitungkan. Adanya apliaksi online
dan web/blog online yag dapat diakses memberikan ruang yang lebih besar untuk
menambah sekala dalam berbisnis.
Melalui tahapan selanjutnya di Workshop ini kita bisa
ditambah lagi ilmu tentang langkah – langkah created Startup Digital.
Semangat #1000StartupDigital untuk kita semua
Berikut ide saya untuk mendirikan sekolah/Pendidikan Tinggi :
Tahap 1. Memilih nama Yayasan Pendidikan
Tahap 2. Membuat ide logo Yayasan Pendidikan
Tahap 3. Fundraising untuk Yayasan Pendidikan
(Segera semoga Target November 2016 selesai)
Adapun informasi yg dapat ditinjau setiap saat dengan membaut
aplikasi Sistem Pengelolaan Akademi disekolah /Pendidikan Tinggi.
1.
Software aplikasi dalam kelompok ini berfungsi
dalam pengelolaan administrasi dan manajemen akademik di perguruan tinggi yang
berkaitan dengan proses perkuliahan mahasiswa.
2.
Software aplikasi dalam kelompok ini berfungsi
untuk mengelola seluruh sumber daya yang dimiliki perguruan tinggi.
3.
Software aplikasi dalam kelompok ini berfungsi
untuk mengelola asset pengetahuan (koleksi pustaka dan kegiatan penelitian)
yang dimiliki perguruan tinggi, serta didalamnya termasuk sistem evaluasi
kinerja program studi.
4.
Software aplikasi dalam kelompok ini berfungsi
sebagai database informasi beasiswa dan karir serta media komunikasi untuk
mahasiswa, alumni dan dosen.
5.
Merupakan integrasi pelaporan seluruh software
aplikasi operasional untuk menyajikan informasi eksekutif sebagai sarana
pendukung keputusan manajemen perguruan tinggi.
6.
Single ID Card: Smartcard sebagai Kartu
Mahasiswa, Perpustakaan, Parkir, Presensi, Akses Ruangan, ATM, dan Uang Elektronik
7.
SMS Masking dan SMS Gateway untuk Pengumuman
Lulus Ujian Masuk, Informasi Beasiswa dan Lowongan Kerja dan Reminder
Pengembalian Koleksi Pustaka
Senin, 08 Agustus 2016
Festival Boalemo 2015
ini cerita untuk Anak di Sorong Selatan
Festival Boalemo 2015
Cerita Anak
Klik Disini
Langganan:
Postingan (Atom)