Rabu, 24 Juni 2015

Pentingnya Sensory Play bagi Anak

itin
ditulis oleh Christine Natalia, M.Psi,
Psikolog anak klinik Psikologi Pelangi
Bagaimana kita menjelaskan rasa “dingin” pada anak?
Bagaimana kita membuat anak mengerti tentang rasa kasar/lengket/harum/asin?
Bagaimana kita menjelaskan kepada mereka tentang air hangat yang mengalir lembut di antara jari-jarinya?
Lewat kata-kata? Atau dengan mudahnya menyodorkan satu video dari youtube yang (menurut kita) cukup menjelaskan mengenai hal tersebut?
Betapa pentingnya  arti sebuah “pengalaman” bagi anak
Dalam bukunya Sensori Play: Play in EYFS (Andrews UK Limited,2012), Sue Gasgoyne menjelaskan bahwa pengalaman sensori anak masa kini sangatlah terbatas, biasanya indera yang terstimulasi hanya penglihatan dan pendengaran (misalnya: nonton TV atau bermain gadget) dan itu pun sifatnya pasif karena anak hanya di-entertain oleh layar di depannya, atau kalaupun bergerak, hanya jari jempol dan telunjuk saja yang semakin lemas dan lincah untuk bermain game. Lingkungan dan situasi bermain pun kian seragam dengan suhu ruangan yang dikondisikan sejuk selalu dan stimulasi bunyi serta bentuk yang artifisial dan diulang-ulang. Dengan sangat jelas, Gasgoyne menyebutkan bahwa kini pun mayoritas pengalaman sensori anak dibatasi dengan plastik, mainan plastik warna warni mulai dari boneka, mobil-mobilan, bola, masak-masakan, bahkan buah pun dari plastik. Sehingga bila kita memejamkan mata, semua akan terasa sama saat diraba, dihirup, atau dikecap. (baca juga : Luangkan waktu untuk anak )

Sesungguhnya otak manusia paling berkembang pesat pada tahun-tahun awal kehidupan dan menurut Piaget, dari usia 0-2 tahun, porsi terbesar perkembangan kognitif masih bersifat sensori. Itu artinya anak-anak pada tahap perkembangan tersebut mirip dengan mesin sensori yang terus menerima dan merespon stimulus-stimulus sensori di lingkungannya. Bila tahap ini berkembang dengan baik, barulah ia siap masuk ke tahap berikutnya yang akan mengkombinasikan respon sensori  dengan pembentukan persepsi, logika, dan hubungan sebab-akibat. Stimulus sensori sendiri adalah segala sesuatu di lingkungan yang menstimulasi semua penginderaan kita yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan pengecapan. Jangan lupakan juga dua “penginderaan” penting lainnya yaitu vestibular dan propriosepsi yang berkaitan dengan keseimbangan, gerakan, serta kesadaran akan posisi dan kontrol terhadap masing-masing anggota tubuh.

Tentu saja semua penginderaan ini perlu distimulasi secara setara, tidak dominan pada salah satu penginderaan saja. Banyak anak yang mengalami masalah bukan karena faktor bawaan namun karena kita lalai dalam memberikan stimulasi yang dibutuhkannya sedari dini. Kita dominan menstimulasi anak di satu area dan mengabaikan area lain (ingat kasus gadget di atas tadi?). Perkembangannya menjadi timpang dan menimbulkan masalah-masalah di kemudian hari.

Lalu bagaimana kita menerapkan sensori play dalam aktivitas bermain anak? sebenarnya tidak sulit, semua permainan/kegiatan bahkan dapat dikatakan mengandung pengalaman sensori, hanya saja kita perlu sedikit lebih kreatif dan fleksibel  sehingga setiap kegiatan memiliki nilai belajar dan tetap menyenangkan untuk anak. Prinsipnya, berusahalah memberikan pengalaman sensori sebanyak mungkin kepada anak. Sebaiknya satu kegiatan dapat mengkombinasikan 2 atau lebih pengalaman sensori  walau tentu tidak salah bila sewaktu-waktu kita hanya ingin berfokus pada stimulasi satu penginderaan saja. Gunakanlah semua hal yang tersedia di sekitar kita, mainan yang sudah ada, peralatan berkebun, alat memasak, botol bekas dan lain sebagainya. Water never fails..anak-anak secara natural akan langsung bermain bila sudah bertemu air.

Kunci lainnya adalah, jangan terlalu memberikan arahan atau menetapkan aturan pada anak dalam  sensory play. Walaupun saat menyiapkan bahan, dalam pikiran kita sudah terbayang bagaimana harus memainkannya, berilah kebebasan kepada anak untuk bereksplorasi dan memainkan bahan-bahan tersebut sesuai dengan keinginannya.  Jadi jangan terlalu merasa kecewa bila beras warna-warni yang sudah disiapkan dengan apik malah dicampur-campur air, pasta, pasir, bahkan ditebar-tebar ke udara.

Kita pun harus memperhatikan tahap perkembangan anak, pada saat baru lahir sampai sekitar usia 3 bulan, mereka biasanya hanya menjadi penonton, alias menikmati semua stimulasi yang kita berikan berupa mainan yang berwarna, berputar, dan berbunyi. Saat mereka sudah bisa menggapai, tentunya mereka dapat terlibat lebih aktif dalam bermain misalnya dengan berusaha meraih mainan yang mengeluarkan bunyi tadi. Begitu pula tahap-tahap berikutnya saat mereka sudah dapat merangkak lalu berjalan lalu memegang crayon, dan seterusnya, tentunya stimulasinya perlu semakin berkembang dan kreatif serta dikombinasikan dengan kemampuan lain seperti motorik kasar dan halus. Hal ini juga membantu kita untuk peka, bila ia hanya responsif terhadap satu stimulus selama bertahun-tahun atau memberikan respon yang kurang tepat dilihat dari perkembangannya, maka mungkin kita perlu berkonsultasi dengan ahli. Misalnya anak hanya anak terobsesi pada tekstur tertentu dan menolak tekstur yang lain pada makanannya, anak selalu mengatakan bahwa warna hijau adalah biru, atau anak menolak melakukan instruksi baru berulang-ulang. (baca juga : anak dan televisi )

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah anak sebaiknya selalu bermain di bawah pengawasan orangtua atau sebaiknya orangtua terlibat dan ikut bermain. Hal ini karena beberapa elemen yang sering digunakan pada sensori play sering menarik untuk dimasukkan ke mulut oleh anak yang lebih kecil. Selain itu gunakanlah bahan yang aman untuk anak misalnya pewarna makanan atau tepung-tepungan yang tidak terlalu fatal bila sempat masuk sedikit ke dalam mulut. Kecelakaan-kecelakaan dalam bermain dapat dihindari dengan pengawasan yang baik.
Sebenarnya banyak sekali sumber-sumber inspirasi dan DIY sensori play di internet yang sudah sangat sering pula di-share orang-orang di media sosial mereka. Berikut ini beberapa ide yang mudah dilakukan dengan bahan-bahan yang ada di rumah:
  1. Untuk anak yang dalam tahap MPASI, berikan berbagai macam potongan buah atau biskuit di meja makannya. Biarkan ia bermain dengan tekstur, warna, dan rasa dengan cara mengeksplor tiap jenis makanan dan mencicipinya. Tidak usah gusar bila anak meremas, melempar, atau menumpahkan makanannya. Awasi agar tidak tersedak.
  2. Untuk anak yang lebih besar, bermain tebakan akan menyenangkan. Tutuplah mata mereka dengan sapu tangan lalu minta mereka menebak makanan atau benda lewat mencicipi, meraba, atau menghirup.
  3. Playdough buatan sendiri dari tepung terigu, minyak sayur, garam, air, dan pewarna makanan (ada berbagai resep di internet, orangtua dapat memilih yang sesuai dengan kebutuhan anak), dapat dibentuk, diremas, dipotong, dicetak, digiling dan sebagainya
  4. Beras atau pasta berwarna-warni dapat dituang, diraup dengan tangan, diinjak-injak dengan kaki, dimasukkan dalam botol untuk menimbulkan bunyi, dsb
  5. Cat buatan sendiri  dari campuran tepung maizena, air, dan pewarna makanan dapat dijadikan hand paint, mengecat batang pohon, batu, daun, dan permukaan-permukaan lain dengan tekstur berbeda. Jangan kecewa bila anak mencampur-campurkan warna dengan menuang-nuang cat menjadi  satu karena itu bagian dari proses belajar.
  6. Mencuci beras dan buah, memotong buah atau sayur yang lunak atau roti dengan pisau plastik. Jangan lupa untuk mengajak anak mencicipinya.
  7. Daun kering, dapat diinjak atau diremas untuk menimbulkan bunyi dan sensasi tertentu, ditempel, dicat, dicoret-coret, disortir berdasar warna dan ukuran, dsb
  8. Garam, dapat diberi pewarna makanan sedikit, lalu dijadikan seperti pasir, dituang-tuang, diaduk dengan air, dicicipi, dibandingkan dengan gula, tepung, dsb.
  9. Kertas origami atau majalah bekas, dapat disobek, diremas, digunting , ditempel, dijadikan confetti, disortir berdasarkan bentuk atau warna, dsb.
  10. Es batu, dapat diberi pewarna makanan sedikit, dapat diaduk-aduk, dicampur antar warna, diperhatikan perubahannya menjadi cair, dibandingkan suhunya dengan air biasa dan air hangat, dsb.
  11. Foam, bisa dari cairan pencuci piring yang dicairkan lalu diblender, beri warna. Dapat dimainkan dengan tangan asal tidak terlalu sering dan di bawah pengawasan.
  12. Berjalan-jalan di sekitar lingkungan rumah, mendengar suara burung, menghirup bunga, melompat di atas rumput, berjalan tanpa sandal, meniti trotoar sambil memejamkan mata, mengumpulkan daun dan ranting jatuh, menyebut warna mobil, dsb.
  13. Kegiatan di halaman rumah. Menyiram tanaman, gunakan selang atau gayung atau media lain yang bervariasi, lalu biarkan anak bermain dan merasakan air sampai basah kuyup. Ajak anak menyapu halaman, memanjat pohon, memetik daun yang sudah kuning, mencabut rumput liar, dsb.
  14. Bila anak sudah agak besar, masaklah masakan atau kue sederhana bersama anak.
  15. Saling mengoles tubuh dengan lotion bayi, berikan pijatan lembut dan agak keras agar anak dapat membedakan sensasinya, biarkan anak mengeksplorasi tekstur lotion atau menghirup aromanya.
  16. Menyobek tisu sampai kecil-kecil, meniupnya, menebarkannya, dsb.

Jangan takut kotor atau berantakan, atau orangtua dapat mengantisipasinya dengan melakukan sensory play di luar ruangan atau di atas tikar sehingga mudah  dibersihkan.  Teruslah mencari ide baru dan kombinasikan satu kegiatan dengan kegiatan lain. Jangan lupa pula membuat dokumentasi dan catatan tentang perkembangan kemampuan anak dari waktu ke waktu.  Selamat bermain bersama anak!
Sumber
  1. International Centre For Educator’s Learning Styles. (2015) Jean Piaget’s Stages of Cognitive Development http://www.icels-educators-for learning.ca/index.php?option=com_content&view=article&id=46&Itemid=61
  2. Gascoyne, Sue. (2011) Sensory Play: Play in The EYFS. Practical Preschool Book
  3. DiMatties , Marie E. (2015). Understanding Sensory Integration. http://www.ldonline.org/article/5612/