Kamis, 21 April 2016

Emosi Negatif Pada Anak

Natalia
Ditulis oleh Natalia, M.Psi, Psikolog Anak
Klinik Psikologi Pelangi
Normalkah anak memiliki emosi negatif? Apa itu emosi negatif?
Sebelum kita membahas tentang emosi negatif, kita perlu memahami terlebih dahulu apa itu emosi. Emosi adalah suatu reaksi psikologis yang mewarnai tingkah laku seseorang. Crider dan kawan-kawan (1983) mengemukakan ada dua jenis emosi, yakni emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif adalah emosi yang menimbulkan perasaan positif pada orang yang mengalaminya, di antaranya adalah gembira, sayang, senang, cinta, dan sebagainya. Emosi negatif dapat kita artikan sebagai emosi yang menimbulkan perasaan negatif pada orang yang mengalaminya, di antaranya adalah takut, marah, benci, sedih, cemas, dan sebagainya.  Emosi positif haruslah dipupuk dan dikembangkan sedangkan emosi negatif haruslah diminimalisir.
Bagaimana cara meminimalisir emosi negatif pada anak? Pertanyaan inilah yang seringkali diajukan oleh orangtua. Pertama-tama, orangtua harus memahami bahwa sangatlah wajar anak-anak memiliki emosi negatif. Umumnya emosi negatif ini muncul berkaitan dengan apa yang dirasakan oleh anak secara individual. Misalnya anak-anak merasa tidak puas akan keadaannya, tidak cukup mendapat perhatian dari orangtua, merasakan ketidakadilan, merasa tidak bahagia karena adanya penolakan dan kritik secara terus menerus, atau hal lainnya yang terasa menyakitkan bagi anak. Setelah kita mencoba memahami apa penyebab munculnya emosi negatif tersebut, hal pertama yang sebaiknya dilakukan oleh orangtua adalah mencoba menerima dan memahami emosi negatif anak, misalnya dengan berkata, “Iya nak, ayah tahu kamu marah karena ayah tidak jadi menemanimu bermain. Setelah itu orangtua melatih anak untuk mengungkapkan emosi negatifnya dengan cara yang lebih positif, misalnya mengucapkan kata-kata dengan suara yang pelan dan tenang. Orangtua dapat mencontohkan dengan menggunakan pesan saya (I message) dimana orangtua juga mengungkapkan emosinya secara lisan. Misalnya “Mama marah bila kamu memukul adik. Mama sedih bila kamu dan adik bertengkar terus.” Usahakan untuk selalu fokus pada tingkah laku positif atau arahkan anak untuk menyalurkan emosi ke kegiatan yang positif, seperti menggambar, menulis, bermain musik, bercocok tanam, ataupun melakukan olah raga tertentu, seperti melempar bola ke dinding, lalu berusaha menangkapnya kembali sambil mengontrol kekuatan lemparan. Hal ini dilakukan untuk mengajarkan pada anak bahwa emosi negatif adalah sesuatu yang bisa dikendalikan / dikontrol.
Sejak lahir, seorang anak sudah memiliki kemampuan untuk merasakan dan memberikan ekspresi emosi, misalnya marah, terkejut, sedih, takut, dan sebagainya. Ketika anak belum bisa berbicara, mereka mengungkapkan emosi dengan senyuman dan tangisan sebagai cara untuk berkomunikasi. Senyuman menunjukkan emosi positif, sedangkan tangisan menunjukkan emosi negatif. Semakin bertambahnya usia, emosi anak akan semakin beragam bentuknya dan anak pun mulai belajar memahami emosi yang ditunjukkan oleh orang-orang di sekitarnya. Emosi negatif sebenarnya dapat dijadikan sesuatu yang sifatnya positif bagi anak, misalnya emosi negatif ‘marah’ merupakan cara anak mengembangkan kemampuan inisiatif, untuk mempertahankan diri, maupun menghindarkannya dari bahaya. Emosi negatif ‘cemas’ bisa menjadi pendorong anak untuk berkembang. Contohnya anak menjadi rajin belajar karena cemas menghadapi ujian.
Anak yang sehat secara psikologis tentunya tidak lepas dari pengaruh pola asuh orangtua. Ada tiga jenis pola asuh orangtua yakni :
  1. Permisif
  2. Otoriter
  3. Autoritative / Demokratis
Pola asuh yang sebaiknya diterapkan pada anak adalah pola asuh Autoritative / Demokratis, yakni pola asuh yang selalu menerapkan disiplin dan komunikasi DUA arah, menumbuhkan keyakinan dan percaya diri anak sehingga anak belajar mandiri dan lebih mampu mengungkapkan emosi negatifnya dalam perilaku yang positif. Orangtua juga sebaiknya selalu memberikan contoh perilaku positif saat sedang mengalami emosi negatif, misalnya orangtua tetap berbicara dengan tenang walaupun sedang dalam keadaan marah atau tertekan (stress). Hal ini sangat diperlukan karena orangtua adalah lingkungan sosial pertama anak yang setiap perilakunya akan menjadi tolak ukur anak dalam bersikap.
Tabel Pola Asuh Orang Tua menurut D. Baumrind
pola asuh
                Jadi dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa emosi negatif adalah sesuatu yang normal terjadi pada anak, namun kita tetap harus melatih mereka untuk dapat mengendalikan emosi negatifnya. Hal ini dimaksudkan agar anak-anak dapat menunjukkan perilaku yang positif sehingga dapat diterima di dalam lingkungan sosialnya. Dan ini baru dapat terwujud jika didukung oleh pola asuh yang sehat dari orangtua.

Daftar Pustaka
Baumrind, D. (1971). Current Pattern of Parental Authority. Developmental Psychology Monographs 4, no.1, pt. 2, 1-103.
Crider, Andrew B, (1983). Psychology. Scott, Foresman & Company
Hurlock, B.E. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu  Pendekatan  Sepanjang  Rentang Kehidupan. Ed. 5. Jakarta: Erlangga; 1999

Rabu, 13 April 2016

Mengenal Lebih dekat

          Perkenalkan berikut adalah Psikolog Anak Klinik Psikologi Pelangi, Mulai Bergabung, Pada April 2016 ini Psikolog Natalia menjadi salah satu ahli kami di Klinik Psikologi Pelangi Kota Wisata, Beliau praktek di Klinik Pelangi setiap hari Kerja dan Sabtu sesuai dengan perjanjian.
(contact 0812.911.86.736 Klinik Pelangi )
 
Natalia
Natalia, M.Psi, Psikolog
Psikolog Anak Klinik Pelangi

       Psikolog Anak lulusan Magister Profesi Psikologi Klinis Anak UI dengan minor pada Psikologi Pendidikan. Memiliki ketertarikan pada pola asuh dan tahap perkembangan anak, mulai dari anak usia dini sampai remaja. Memiliki pengalaman pada terapi perilaku, emosi, dan anak berkebutuhan khusus. Pernah menangani kasus pelecehan seksual pada anak, kasus percobaan bunuh diri (suicide) pada remaja, korban perceraian orangtua, dan aktif menjadi fasilitator dalam program pengembangan diri siswa di sekolah-sekolah.

Terima kasih
Hubungi Kami
KLINIK PSIKOLOGI PELANGI Cibubur
Amsterdam Boulevard i.1 No 16
Kota Wisata, Cibubur 16968
(Rumah Ballet Destreza dan Elfa’s Music Course )
klinikpelangi@gmail.com
0812-911-86-736

Sabtu, 02 April 2016

SOLUSI TANGANI RASA T AKUT/FOBIA SI BUAH HATI

Tio R Pratiwi
ditulis oleh Tio Renova Pratiwi, M.Psi, Psikolog Anak Klinik Pelangi

Rasa Takut atau Fobia
merupakan salah satu hal yang biasa dialami pada masa kanakkanak.
Seiring dengan pertambahan umur, rasa takut atau fobia
biasanya juga akan berkurang. Gambaran rasa takut atau fobia
yang biasa dialami anak sesuai dengan tingkatan umur anak.
Variasi ini merefleksikan perbedaan perkembangan mental dan
fisik anak, sebagai pengalaman mereka untuk takut dan bagaimana
mereka mengekpresikan rasa takut tersebut.
2 – 4 tahun » hewan, petir, kegelapan dan orang asing
4 – 6 tahun » hal-hal imajinasi seperti hantu, monster
10 tahun ke atas » ketakutan yang membahayakan
keselamatan pribadi, seperti penculikan
Langkah yang dapat dilakukan orangtua :
✦ Biarkan anak bercerita tentang apa yang ditakutkannya.
Dengarkan penjelasan anak sehingga orangtua dapat
menyimpulkan apa penyebab dibalik rasa takut atau fobia anak.
Saat anak bercerita, jangan menuntut bahwa anak akan
menjelaskan secara “ekpslisit” (to the point) penyebab dari rasa
takutnya. Kita sebagai “orang dewasa” yang seharusnya
menyimpulkan apa penyebabnya. Kita bisa membantu anak
menjelaskan dengan memancing apakah ketakutan tersebut
karena bentuknya, suaranya, atau ada pengalaman anak.
✦ Lakukan secara bertahap. Secara perlahan dan dilakukan
berulang untuk membantunya menghilangkan rasa takutnya.
Misalnya, kalau anak takut anjing, perkenalkan melalui cerita
dengan menggunakan buku atau gambar tentang binatang
tersebut sehingga anak mengetahui bahwa anjing yang ditakutinya
ternyata tidak seseram yang dibayangkan. Pengulangan ini
dilakukan agar anak memiliki pengalaman lebih banyak untuk
melatih menghadapi rasa takutnya.
✦Memberikan contoh bagaimana cara anak seharusnya
menghadapi rasa takutnya. Anak belajar mengenai rasa takut
melalui observasi dan imitasi, tentunya mereka pun dapat
mempelajari “cara mengatasi”nya melalui observasi dan imitasi
pula. Cara yang bisa diajarkan adalah :
1. Relaksasi sederhana » tarik dan buang nafas secara teratur.
2. Self talk » anak mengucapkan bahwa dirinya dapat menghadapi
situasi tersebut.
✦ Dampingi anak selama ia menghadapi rasa takutnya.
Pendampingan ini dapat dikurangi secara bertahap seiring dengan
keberhasilan anak menghadapi rasa takutnya.
✦ Berikan apresiasi atas usaha yang dilakukan anak bahkan untuk
kemajuan yang kecil sekalipun. Beri motivasi agar anak terus mau
berusaha.
Klinik Psikologi PelangiKlinik Psikologi Pelangi 2