Selasa, 10 November 2015

Psikolog Baru Kami

Ellya Poespitasari
Ellya Poespitasari, S.Psi, Psikolog
Psikolog lulusan S1 Universitas Indonesia dan program profesi Universitas Padjadjaran. Berpengalaman lebih dari 10 tahun dibidang assessment perusahaan dan pelatihan (in class & outbound). Juga terlibat sebagai pelatih anak berkebutuhan khusus yaitu anak dengan gangguan autistik (ASD)
noridha.weningsari
Noridha Weningsari, M. Psi., Psikolog
Seorang Psikolog Anak  lulusan Magister Profesi Psikologi Klinis Anak UI yang berpengalaman menangani permasalahan anak usia prasekolah hingga remaja, seperti gangguan fungsi kognitif, masalah emosi, anak-anak korban perceraian,

KLINIK PSIKOLOGI PELANGI
Amsterdam Boulevard i.1 No 16
Kota Wisata, Cibubur 16968
(Rumah Ballet Destreza dan Elfa’s Music Course )
klinikpelangi@gmail.com
0812-911-86-736
https://www.google.co.id/maps/place/6%C2%B022'12.1%22S+106%C2%B057'21.9%22E/@-6.3717457,106.9592645,15z/data=!4m2!3m1!1s0x2e69937918db01bd:0xf63bb349cc368007?hl=id
Lokasi
Kami Hadir di Kota Wisata Cibubur
0812-911-86-736

Minggu, 01 November 2015

HARUSKAH ANAK KITA MENJADI KORBAN ?

psikologneta
ditulis oleh
Reneta Kristiani, M.Psi
Psikolog Anak Klinik Psikologi Pelangi
dalam :
http://www.pulih.or.id/res/publikasi/news_letter%2015.pdf

Maraknya video mirip artis akhir-akhir ini mulai meresahkan orangtua. Bagaimana tidak video tersebut dapat dengan mudah diakses oleh anak-anak melalui internet dan handphone. Anak-anak semakin terpapar dengan adegan-adegan seksual yang belum layak mereka tonton. Bukan hanya itu mereka juga dapat meniru perilaku mirip artis yang adalah tokoh idola sekaligus panutan mereka. Tidak adanya sangsi social, moral, maupun hukum yang tegas membuat anak-anak menganggap tidak ada yang salah dengan perilaku tokoh idola tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada saat ini informasi sangat bebas dan mudah diakses oleh anak-anak, baik di desa maupun di kota. Tidak hanya melalui video yang mirip artis, tetapi juga televisi, internet, koran, dan majalah banyak menyajikan informasi seksual yang kurang tepat. Hal ini dapat turut memicu meningkatnya kasus kekerasan seksual pada anak.
Berdasarkan data Komisi Nasional Perlindungan Anak, pada tahun 2009 kasus kekerasan pada anak sudah mencapai 1998 kasus, sekitar 65 persen diantaranya, merupakan kasus kekerasan seksual (http://www.antaranews. com). Padahal sebelumnya, pada tahun 2008 kasus kekerasan seksual pada anak sudah meningkat 30 persen menjadi 1.555 kasus dari 1.194 kasus pada tahun 2007. Dengan kata lain setiap harinya terdapat 4,2 kasus (http://www.tempointeraktif.com).
Data tahun 2008 yang diperoleh LBH APIK Jakarta menunjukkan adanya peningkatan kasus kekerasan atau kejahatan seksual terhadap anak sebanyak dua kali lipat sebesar 35 kasus dari tahun sebelumnya yang mencapai 16 kasus. Hal yang memprihatikan adalah untuk kasus jenis perkosaan dan percabulan, tersangkanya masih berusia anak-anak 10 hingga 17 tahun (http://megapolitan.infogue.com). Dari klien yang datang ke PULIH tercatat ada 7 kasus kekerasan seksual anak pada bulan September 2009 hingga Juni 2010. Data yang dilaporkan lebih sedikit dibandingkan data yang sebenarnya ada. Hal ini disebabkan tidak semua anak yang mengalami kekerasan seksual mau melaporkan kejadian yang dialami ke orangtua maupun pihak yang berwajib.
Hal yang penting dilakukan adalah memberikan pendidikan seksual atau pendidikan kesehatan reproduksi bagi anak-anak sedini mungkin, perlu dilakukan oleh orangtua dan pihak sekolah agar anak tidak mendapatkan informasi yang salah dari teman, internet, maupun media lainnya. Orangtua terkadang mengalami kesulitan membicarakan tentang seksualitas kepada anaknya, menganggap hal tersebut masih tabu, ketika anak bertanya kepada orangtua mengenai seksualitas. Orangtua justru memarahi anak dan memerintahkan anak untuk tidak membicarakannya di depan orangtua. Akibatnya anak menjadi takut bertanya ke orangtua.Padahal ketika anak bertanya itu merupakan waktu yang tepat bagi orangtua untuk menjelaskan mengenai seksualitas. Didorong atas rasa keingintahuan yang tinggi, anak akan mencari jawaban atas pertanyaannya ke sumber informasi lain yang belum tentu tepat, seperti teman ataupun internet.


Langkah-langkah yang harus dilakukan orangtua ketika menjelaskan mengenai seksualitas adalah:
  1. Mendengarkan dengan cermat setiap pertanyaan anak. Posisi duduk sebaiknya sejajar, tatap mata anak agar anak merasa dirinya diperhatikan.
  2. Jangan menghindari atau mengabaikan pertanyaan anak. Jawablah segera mungkin pertanyaan anak. Menunda jawaban berarti membuang kesempatan emas berbicara mengenai seks dengan anak. Namun bila orangtua belum siap menjawab maka katakan dengan jujur kepada anak bahwa orangtua akan mencari tahu jawabannya terlebih dahulu.
  3. Berilah jawaban hanya pada pertanyaan yang diajukan anak, tidak perlu melebar ke topik yang 1. 2. 3. HARUSKAH ANAK KITA MENJADI KORBAN ? Reneta Kristiani, Psi,MSi *) Newsletter Pulih Vol. 15 Juni 2010 Bila orangtua bingung dengan pertanyaan anak, ada baiknya bertanya kepada anak tentang maksud pertanyaannya. Seperti ketika anak bertanya mengenai seks, bukan berarti anak sudah mengerti mengenai seks seperti yang dipikirkan oleh orang dewasa. Anak-anak belum mengerti konsep yang abstrak. Mereka akan mempertanyakan istilahistilah yang mereka dengar atau lihat dari televisi, internet, dll.
  4. Berikan penjelasan yang sederhana dan singkat dengan bahasa yang mudah dimengerti anak seperti ketika anak bertanya mengenai puting payudara itu apa, jawablah puting payudara adalah tempat dimana adik bayi mengisap susu dari payudara ibu. Ketika anak bertanya mengapa “punya laki-laki” berbeda dengan “punyaku”. Jawablah dengan istilah yang tepat seperti alat kelamin laki-laki itu berbeda dengan alat kelamin perempuan. Alat kelamin laki-laki disebut penis sedangkan alat kelamin perempuan disebut vagina. Bukan dengan istilah-istilah seperti “burung”, “dompet”, dll.
  5. Berikan jawaban dengan nada bicara dan ekspresi muka yang wajar. Jangan merasa tertekan ketika menjawab pertanyaan. Merespon dengan ekspresi wajah terkejut, muka memerah, dan mata terbelalak akan menimbulkan kesan pada anak bahwa pertanyaan yang diajukan salah dan bukan sesuatu yang wajar. Misalnya ketika anak bertanya mengenai kondom. Jawablah dengan tenang bahwa kodom itu adalah alat kesehatan yang dipakai ayah atau laki-laki yang sudah dewasa untuk mencegah kehamilan.
  6. Berikan jawaban yang sesuai dengan usia dan kebutuhan anak. Jawaban diberikan bertahap 4. 5. 6. sesuai dengan kemampuan berpikir dan berdasarkan pengalaman dan logika yang dipahami anak. Misalnya jika anak prasekolah (usia4 - 6 tahun) tanpa sengaja melihat hubungan seksual yang dilakukan oleh orangtuanya dan kemudian bertanya semalam ibu dan ayah sedang apa? Kok bermain kudakudaan? Jawablah itu bukan main kuda-kudaan, tetapi itu cara untuk mengungkapkan kasih sayang dan cinta antara ayah dan ibu. Itu hanya dilakukan oleh suami-istri yang sudah dewasa, bukan oleh anak-anak.
  7. Berikan informasi bertahap dan terus-menerus agar anak dapat menyerap informasi dengan baik dan tertanam dalam pikirannya sehingga dapat menjadi bekalnya kelak.
  8. Gunakan media dan metode yang beragam agar anak tidak bosan. Misalnya dengan bercerita, membaca, menggambar, menonton DVD pendidikan anak, berdiskusi, bermain peran. Media bergambar sangat disarankan agar anak mudah mengerti dan memahami apa yang dijelaskan.
  9. Suasana dialog yang tenang sangat penting dalam membicarakan seksualitas dengan anak karena akan membantu anak mendapatkan pemahaman seks yang benar dari berbagai sudut pandang. (WPF Indonesia dan PKBI; Simanjuntak-Ndraha, 2010)
Bila anak bertanya mengenai kekerasan seksual itu apa, usahakan menjawab pertanyaan itu dengan tenang. Jawablah kekerasan seksual itu sangat luas, mulai dari laki-laki bersiul melecehkan kita, mengomentari tubuh kita hingga mulai menyentuh, meraba, memaksa mencium hingga akhirnya memperkosa atau memaksakan hubungan seksual 7. 8. 9.  Newsletter Pulih Vol. 14 Desember 2009 dengan kita. Kadang-kadang laki-laki itu memukul atau menyakiti kita supaya mau menuruti apa yang ia mau (Poerwandari, 2006). Usahakan untuk mengajarkan anak cara-cara yang dapat ia lakukan untuk menghindari diri dari kekerasan seksual, seperti :
  1. Sedini mungkin anak harus dikenalkan pada anggota tubuhnya sendiri sehingga dia dapat menjelaskan dengan tepat apa yang terjadi pada dirinya; jelaskan mana bagian tubuhnya yang boleh diperlihatkan atau dipegang oleh orang lain dan mana yang tidak.
  2. Anak harus dibiasakan untuk menolak perlakuan orang lain yang menyebabkan dia merasa tidak nyaman/terganggu/sakit. Kalau ada perlakuan yang tak wajar terhadap dirinya, anak dibiasakan untuk segera bercerita kepada orang tua, guru, atau keluarga yang lain. Anak juga harus dilatih agar tidak mudah percaya pada orang lain atau diajak main di tempat yang sepi.
  3. Hindari memakaikan aksesori yang terdapat nama anak saat ia berada di sekolah ataupun bermain di luar rumah. Bisa saja ada orang yang menghampiri dan menyebutkan namanya, kemudian berkata bahwa ia disuruh orangtua untuk menjemputnya. Anak pun bisa langsung menurutinya karena merasa orang asing itu mengenalinya.
Bila anak kita menjadi korban kekerasan seksual, baik itu pelecehan maupun perkosaan, hal yang perlu dilakukan adalah :
  • Pada umumnya anak tidak langsung bercerita kepada orangtua atas kejadian yang dialami. Namun hal tersebut dapat tampak dari perubahan perilaku pada anak seperti menjadi penakut, ingin terus ditemani, tidak mau makan, susah tidur, mudah marah, mengalami sakit pada alat kelamin, menghindari buang air kecil, menjadi pemalu, maupun menarik diri dari lingkungan. Amati dengan cermat perubahan perilaku pada anak dan tanyai anak dalam situasi yang tenang dan tidak menekan maupun memaksa. Percayailah apa yang dikatakan oleh anak. Berilah perasaan nyaman dan dukungan kepada anak atas apa yang telah dikatakannya. Bila anak belum mau bercerita, mungkin ia masih belum siap. Bersabarlah dan gunakan metode yang lain, tidak bertanya secara langsung, seperti gunakan media boneka atau gambar. Anak akan lebih mudah mengungkapkan hal yang dialami lewat media bermain karena ia tidak merasa terancam.
  • Bila sudah mengetahui apa yang dialami anak, Jangan menyalahkan ataupun memarahi anak atas 1. 2. 3. 1. 2. peristiwa yang terjadi. Melainkan segeralah lapor ke unit pengaduan perempuan dan anak (unit PPA) Polres atau POLDA dan lakukanlah visum.
  • Dampingi anak dan tekankan pada anak bahwa pelakulah yang salah bukan dirinya. Yakinkan anak bahwa mereka tidak berhak disakiti dan bukan mereka yang menyebabkan peristiwa itu terjadi.
  • Segeralah bawa anak ke lembaga konseling seperti Yayasan PULIH untuk mendapatkan dukungan psikologis atas kekerasan seksual yang dialami di nomor hotline 088-8181-6860 atau 021-982-86398.
  • Pahami anak bahwa ia membutuhkan waktu dan proses yang lama untuk pemulihan. Anak dapat menunjukkan berbagai macam reaksi meskipun peristiwanya sudah berlangsung lama. Bersabarlah karena dukungan orangtua sangat diperlukan dalam proses pemulihan anak.
Ingatlah bahwa kekerasan seksual pada anak dapat terjadi di mana saja dan kapan saja serta dapat dilakukan oleh siapa saja, baik itu anggota keluarga, pihak sekolah, maupun orang lain. Bekali anak dengan pengetahuan seksualitas yang benar agar anak dapat terhindar dari kekerasan seksual.
Sumber :
  • Leaflet Kekerasan Seksual yang diterbitkan Yayasan PULIH WPF Indonesia dan PKBI. 2007.
  • Buku Saku untuk Orangtua “Tips berbicara seputar seksualitas pada anak” Simanjuntak, J. & Ndraha, R. 2010.
  • “Semua Anak Harus Tahu : Mengenalkan Konsep Seks, Cinta, dan Pacaran”. Poerwandari, K. & Habsjah, A. 2006.
  • Ngobrol soal Tubuh dan Seksualitas. Program Kajian Wanita Program Pascasarjana Universitas Indonesia.
  • http://megapolitan.infogue.com/lbh_apik_ kekerasan_seksual_anak_naik_2_kali_lipat
  • h t t p : / / w w w. t e m p o i n t e r a k t i f . c o m / h g / hukum/2009/01/12/brk,20090112-154915,id. html
  • h t t p : / / w w w . a n t a r a n e w s . c o m / berita/1274952700/arist-merdeka-sirait-terpilihsebagai-ketua-komnas-pa
  • http://www.pulih.or.id/res/publikasi/news_letter%2015.pdf