Kamis, 01 Oktober 2015

Menghadapi Diagnosis Anak Berkebutuhan Khusus

Irene

Menghadapi Diagnosis Anak  Berkebutuhan Khusus
ditulis oleh Irene Raflesia, M.Psi, Psikolog 
Psikolog dari Klinik Pelangi
Menerima diagnosis dari profesional terkait kondisi yang dialami oleh orang terdekat Anda bukanlah hal yang mudah bagi sebagian besar orang. Saat Anda mendengar diagnosis yang disampaikan oleh profesional, baik itu penyakit terminal, kronis, gangguan kompleks, ataupun gangguan serius lainnya, informasi ini  bisa saja menjadi hantaman besar bagi keluarga Anda. Hal ini juga dapat terjadi tatkala diagnosis berkebutuhan khusus ditujukan kepada buah hati Anda.
Diagnosis berkebutuhan khusus ini tidak hanya terbatas pada kondisi disabilitas fisik atau gangguan medis serius, seperti kanker atau penyakit kronis lainnya saja, tetapi juga gangguan perkembangan yang mungkin saja membatasi kemampuan anak untuk berfungsi sesuai dengan tahapan perkembangannya (Heller, 2013). Tak dapat dipungkiri, ketika anak Anda menerima diagnosis dari profesional, orangtua umumnya akan mengalami beragam keadaan emosi akibat duka yang diterima dalam mencerna kabar ini.
Moses (1987) menjabarkan bahwa orangtua umumnya akan mengalami proses berduka akibat kehilangan impian untuk menjalankan peran orangtua sebagaimana yang dialami oleh orangtua lainnya. Proses duka ini sebetulnya diperlukan guna memberikan kesempatan bagi orangtua untuk memisahkan diri dan merelakan impian dan harapan yang sebelumnya ia tanamkan. Orangtua yang baru menerima diagnosis anak berkebutuhan khusus akan segera dihadapkan pada beragam agenda tugas yang rumit, menuntut, menantang, menguras waktu, tenaga dan juga emosi. Merelakan impian yang ia tanamkan terhadap anak sekaligus melanjutkan perjalanan baru dalam merawat anak bukanlah proses yang mudah sehingga orangtua perlu mengalami proses berduka untuk dapat melanjutkan hidup.
Saat menerima diagnosis, tentu tak jarang, orangtua mengalami penyangkalan terhadap diagnosis, kecemasan, ketakutan, rasa bersalah, depresi dan bahkan merasakan amarah baik kepada dirinya, pasangannya, maupun anaknya. Orangtua perlu menyadari bahwa berbagai kondisi emosi ini adalah hal yang wajar mengingat proses berduka setiap orang pun unik. Tidak ada cara yang benar atau salah dalam membiarkan diri kita mengalami proses berduka.
Orangtua yang menolak untuk menghadapi proses berduka umumnya dapat terlihat melalui beberapa ciri ini, yaitu menyimpan perasaan, menyalahkan diri sendiri dan orang lain, dan bahkan mencari pelampiasan untuk mengalihkan perhatiannya dari dampak emosi saat menerima diagnosis ini. Bagaimana pun cara yang ditempuh, selama orangtua tidak membiarkan dirinya menghadapi proses berduka ini, mereka akan terus berada dalam siklus kesedihan yang tentu akan berpengaruh terhadap kesejahteraan anak dan keluarga (Reinsberg, 2015).
Menerima diagnosis ini tidaklah mudah sehingga orangtua perlu mempelajari berbagai strategi yang dapat digunakan untuk melalui tahapan berduka ini:
  • Berilah ruang dan waktu bagi diri Anda sendiri
Ambillah waktu untuk merawat kesehatan Anda sendiri. Walau terdengar sepele, Anda tetap perlu berada dalam kondisi prima untuk dapat merawat anak maupun keluarga Anda. Bekali diri Anda sendiri untuk dapat senantiasa kuat agar Anda dapat memberikan kekuatan pada anak dan keluarga. Tidur dan makan yang cukup, olah raga, serta mengambil sedikit waktu untuk melakukan aktivitas bagi diri Anda sendiri dapat membantu Anda menghadapi stres sehari-hari dan membuat Anda lebih menghargai waktu yang Anda habiskan untuk merawat anak dan keluarga Anda.

  • Ekspresikan perasaan Anda
Temukan cara yang nyaman bagi Anda untuk berbagi cerita ataupun mengekspresikan perasaan Anda kepada orang-orang yang Anda percayai. Menemukan orang yang dapat mendengarkan dan memahami situasi yang Anda hadapi sangatlah penting untuk membantu Anda melalui proses ini.

  • Temukan berbagai sumber informasi tentang diagnosis tersebut
Orangtua dengan anak berkebutuhan khusus tentu mengalami ketakutan mengenai apa yang akan terjadi di masa mendatang. Isilah kekosongan ini dengan memperkaya diri Anda dengan informasi serta meminta bantuan profesional untuk membuat Anda dan keluarga lebih memahami diagnosis tersebut.

  • Carilah informasi tentang komunitas dukungan kelompok bagi orangtua dan anak
Dengan mengetahui ada orang lain yang pernah mengalami hal yang sama, Anda dapat merasa lega dan lebih nyaman karena Anda tidak sendirian. Anda dapat bergabung dalam komunitas online seperti blog, forum internet, dan komunitas sosial untuk membuat diri Anda lebih mudah bertukar informasi sekaligus juga mengungkapkan masalah kepada orang lain yang lebih memahami perasaan yang Anda alami.

  • Mintalah bantuan profesional
Tidak ada orang lain yang lebih mengenal diri Anda selain Anda sendiri. Jika Anda merasa tidak berdaya atau putus asa, cemas, atau mengalami konflik yang membuat Anda tertekan, Anda dapat mencari bantuan dari psikolog maupun konselor.

Salah seorang tokoh favorit saya, Helen Keller, pernah berkata, “what is very difficult at first, if we keep on trying, gradually becomes easier.” Apa yang awalnya sangat sulit, jika kita tetap mencoba, lama kelamaan akan menjadi lebih mudah. Menjadi orangtua sejak awal bukanlah pekerjaan yang mudah, terlebih ketika buah hati yang didambakan memiliki kebutuhan khusus. Diagnosis diberikan bukan untuk dijadikan sebuah label baru bagi anak dan tidak dimaksudkan untuk menghilangkan seluruh impian dan harapan orangtua. Diagnosis ini adalah sebuah awal perjalanan baru yang menunjukkan liku kehidupan yang belum pernah  terbayang sebelumnya. Hal yang terpenting adalah bagaimana orangtua melintasi perjalanan ini dengan mendefinisikan ulang kriteria kemampuan, kompetensi, potensi anak, menyusun ulang rencana dan prioritas, menegosiasikan tujuan sampai akhirnya menemukan makna dan impian baru dari perjalanan inilah yang akan menentukan sejauh mana anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang ia miliki.

Referensi:
Ahern, K. (2014). Your Child Had A Special Needs Diagnosis—Now What?. Diambil dari: www.nymetroparents.com/article/What-to-Do-After-Your-Child-is-Diagnosed-with-Special-Needs
Heller, K. (2013). The Challenge of Children with Special Needs. Diambil dari: psychcentral.com/lib/the-challenge-of-children-with-special-needs/?all=1
Moses, K. (1987). The Impact of Childhood Disability: The Parents Struggle. WAYS Magazine, Spring. Evanston, IL
Reinsberg, K. (2015). Stages of Grief for Parents of Children with Special Needs. Diambil dari: www.abilitypath.org/areas-of-development/delays--special-needs/states-of-grief.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar