Minggu, 16 Agustus 2015

KOMPETISI

psikologneta
ditulis oleh Reneta Kristiani, M.Psi
Psikolog Anak Klinik Psikologi Pelangi

Di era globalisasi sekarang ini segala sesuatu dituntut untuk berkompetisi, bahkan anak-anak sekalipun. Lihatlah bagaimana anak-anak sudah harus mengikuti tes masuk untuk masuk SD, bahkan di TK pun sudah banyak yang menerapkan seleksi masuk. Jadi yang bisa diterima hanyalah anak-anak dengan tingkat inteligensi yang biasa ditandai dengan skor IQ rata-rata ke atas. Ketika sudah masuk sekolah pun, mereka tetap harus berkompetisi meraih nilai yang terbaik yang nantinya akan menentukan mereka masuk ke kelas unggulan atau tidak. Ada rasa bangga pada orang tua apabila anak mereka dapat berada di kelas unggulan sehingga orang tua pun mendorong anaknya untuk meraih nilai yang baik, apapun caranya. Bahkan ada beberapa sekolah yang menerapkan sistem akselarasi dimana anak bisa menempuh pendidikan hanya dalam waktu singkat. SD yang tadinya 6 tahun dapat menjadi 5 tahun, SMP & SMA yang 3 tahun menjadi 2 tahun. Apabila anaknya hanya mendapat nilai 70 / 80 (yang sebenarnya sudah melebihi nilai KKM yaitu 60/65), orangtua akan marah dan terus mendorong anak-anaknya untuk meraih nilai lebih tinggi lagi yaitu 90/100. Akhirnya orangtua akan menjejali anak-anaknya dengan banyak les pelajaran seperti Matematika, Science, Bahasa inggris, dll. Anak-anak kehilangan waktu bermain dan beristirahat mereka, pulang sekolah mereka harus tetap belajar dan belajar.
Namun di satu sisi lain, anak seperti kehilangan tujuan hidup. Hidup mereka semata-mata hanya untuk mendapatkan nilai yang bagus untuk mata pelajaran tertentu. Ketika ditanya mereka mau jadi apa saat dewasa kelak, banyak dari mereka yang bingung mau jadi apa. Ketika ditanya apa minat dan hobi mereka, mereka pun bingung karena hidup mereka selama ini diisi dengan belajar, belajar dan belajar. Mereka juga sulit berhubungan sosial dengan orang lain, karena motivasi mereka selalu ingin berkompetisi menjadi yang terbaik dari orang lain.
Dapatkah kita bayangkan bagaimana mereka kelak hidup bermasyarakat ?
Akankah kita biarkan generasi penerus bangsa seperti itu?
Hanya hebat di Matematika atau Science tetapi tidak bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari?
Sulit untuk bisa menerima perbedaan dan kelemahan orang lain karena tidak semua orang pintar Matematika atau Science?
Marilah kita mengembangkan juga keterampilan sosial mereka!
Marilah kita memperhatikan juga perkembangan emosi mereka!
Karena di dalam hidup ini, anak-anak juga perlu belajar pemecahan masalah dan cara-cara mengendalikan emosi.
Marilah kita kembangkan juga kreativitas mereka !
Berilah mereka ruang untuk mengenali diri mereka sendiri. Apa kelebihan dan kekurangan mereka, apa minat dan hobi mereka, ijinkan mereka berkreativitas sebebas mungkin melalui kegiatan bermain. Bermain sebenarnya juga mengajarkan mereka cara pemecahan masalah. Melalui bermain, anak juga belajar menyalurkan emosinya dengan cara yang sehat. Masalah apa yang sedang anak pikirkan akan muncul melalui tema-tema dalam bermain. Anak akan merepresentasikan emosi yang ia rasakan melaui alat-alat permainan tersebut.
Dunia anak-anak adalah dunia bermain. Semoga dengan lebih memahami anak-anak, kita  dapat lebih peka akan kebutuhan mereka. Biarkanlah anak-anak berkembang sesuai dengan usianya. Untuk kehidupan anak-anak yang lebih baik. Demi generasi penerus bangsa karena di tangan anak-anaklah, masa depan bangsa Indonesia.
Selamat menyambut hari kemerdekaan Indonesia!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar