Minggu, 19 Juli 2015

Disiplin Positif, Mungkinkah?

psikologneta
ditulis oleh Reneta Kristiani, M.Psi,
Psikolog Anak Klinik Psikologi Pelangi

Banyak orangtua bingung bagaimana menerapkan disiplin pada anak. Ada yang menggunakan cara-cara kekerasan karena tidak tahu cara lain. Ada pula yang selalu menuruti keinginan anak karena tidak ingin anaknya tersakiti. Akibatnya anak justru menjadi “raja kecil” yang sulit diatur. Sebenarnya ada cara lain yang lebih efektif dalam menerapkan disiplin pada anak yang dikenal dengan nama disiplin positif.
Apakah disiplin positif itu?
Carl.E.Pickhardt,Ph.D seorang psikolog yang banyak menerbitkan buku mengenai parenting dalam salah satu bukunya “The Everything Parent’s Guide To Positive Discipline”  menjelaskan bahwa disiplin  bukan hanya meminta anak berperilaku sesuai dengan yang orangtua mau atau sebaliknya menyuruh anak berhenti berperilaku yang tidak sesuai dengan situasi tertentu. Disiplin lebih merupakan suatu proses dimana melalui arahan positif dan koreksi negatif, anak diajarkan untuk berperilaku sesuai dengan aturan dan nilai keluarga.
"Disiplin positif = 90% arahan + 10% koreksi"
Disiplin positif adalah ketika arahan positif lebih banyak daripada koreksi negatif. Mengapa demikian? Karena melalui disiplin dari orangtua, anak belajar memperlakukan diri mereka sendiri. Anak yang dipuji lebih banyak dan lebih sering akan bertumbuh menjadi individu dewasa yang percaya diri, menghargai diri sendiri. Namun anak yang selalu dikritik dari kecil akan bertumbuh menjadi individu dewasa yang kurang menghargai diri sendiri, kurang percaya diri dan menganggap dirinya banyak kekurangan.
Efektif atau tidaknya disiplin tergantung pada hubungan orangtua dengan anak. Jika ingin disiplin berjalan dengan lancar, maka pastikan ada hubungan yang dekat dengan anak. Fokuslah pada arahan, bukan pada koreksi. Fokus pada rewards daripada hukuman. Semakin menyenangkan hubungan anak dengan orangtua, maka anak akan semakin ingin bekerjasama dengan orangtua. “Aku suka melakukan apa yang diinginkan orangtuaku, karena taat itu rasanya menyenangkan”.  Ingatlah bahwa anak pleasure seeking sehingga anak cenderung mengulangi perilaku yang mendapat rewards. Rewards yang dimaksud di sini bukanlah hadiah berupa barang, melainkan mendapatkan perhatian, penerimaan, persetujuan, pujian, apresiasi / penghargaan, afeksi / kasih sayang dari orangtua.
Penggunaan arahan dan koreksi
Ketika anak kita melanggar aturan atau berperilaku buruk, kita perlu mencari tahu apakah anak kita memahami aturan yang diharapkan. Jika anak kita belum memahami aturan, maka kita perlu memberikan arahan lagi. Contohnya adalah “Ibu tidak mau kamu bermain-main dengan benda tajam itu, karena dapat melukaimu dan kamu akan sakit nantinya”.
Jika anak kita sudah memahami arahan namun memilih untuk tetap berperilaku negatif, maka kita perlu memberikan koreksi. Hal ini untuk menunjukkan bahwa kita serius dalam menegakkan aturan. Ketika kita mengoreksi anak, harus tetap diikuti dengan arahan atau mengajarkan kembali anak kita agar perilakunya berubah di kemudian hari. Misalnya “Karena kamu tahu bahwa mengambil barang milik ayah tanpa permisi itu salah, maka kamu harus membantu ayah membersihkan rumah selama satu jam sebelum pergi bermain. Nanti lain kali bila kamu ingin meminjam sesuatu dari ayah, kamu harus tanya ayah terlebih dahulu”.
Memberikan koreksi sesuai usia anak
Anak di bawah usia 3 tahun
Untuk anak di bawah 3 tahun, anak belum terlalu memahami aturan karena perkembangan bahasanya masih terbatas. Diperlukan kesabaran, konsistensi, dan arahan positif untuk menunjukkan pada anak  bagaimana berperilaku yang baik, penekanannya justru lewat pengajaran nonverbal. Games of imitation merupakan cara yang efektif untuk mengajarkan anak di bawah usia 3 tahun yang secara alami ingin meniru segala perilaku orangtua. Oleh sebab itu, penting bagi orangtua untuk memberikan contoh konkret mengenai perilaku yang diharapkan pada anak. Bila anak sedang lelah atau menolak mengikuti apa yang diajarkan, alihkan perhatiannya ke hal lain.
Ketika kita perlu mengoreksi perilaku anak di bawah 3 tahun dari perilaku buruk seperti memukul, dan perilaku berbahaya seperti membuang-buang barang, pegang tangan anak kita dengan lembut, lihat matanya dengan wajah serius (tetapi bukan marah) gelengkan kepala 3 kali dan katakan “TIDAK!” dengan jelas dan tegas (bukan dengan berteriak). Tunggulah beberapa menit hingga anak memahami apa yang diinginkan dan normalkan hubungan dengan memberinya senyuman dan pelukan. Ketika anak di kemudian hari tidak lagi melakukan perilaku yang buruk dan mau melakukan perilaku sesuai aturan, jangan lupa memberikan rewards berupa pujian dan persetujuan, seperti “Ibu senang kamu sekarang mau tidur siang”.
Anak di atas usia 3 tahun
Untuk anak di atas usia 3 tahun yang sudah mempunyai kemampuan berbahasa yang baik, orangtua dapat menjelaskan kepada anak mengenai aturan dengan spesifik dan operasional, jangan umum dan terlalu abstrak. Contohnya bila menyuruh anak usia 5 tahun untuk membersihkan kamarnya, maka ia hanya akan menyembunyikan mainannya di bawah tempat tidur agar tidak terlihat. Hal itu karena ia tidak memahami apa arti kata “membersihkan kamar”, arahan itu terlalu umum dan abstrak baginya. Untuk itu kita perlu memberikan arahan yang lebih spesifik dan bertahap. Misalnya “Ayah mau kamu mengambil mainanmu di atas lantai dan menyimpannya ke tempat mainan”. Bila anak sudah melakukannya beri rewards dengan apresiasi kita, “Bagus”. Kemudian lanjutkan dengan arahan berikutnya “Nah sekarang ayah minta kamu ambil pakaian kotormu dari tempat tidur dan simpan di keranjang pakaian”.
 
 
Ingatlah anak akan senang belajar aturan bila usaha mereka dihargai.Sebaliknya anak akan menghindari aturan bila usaha mereka dikritikdan diberi hukuman.
Jika anak selalu menolak aturan. Orangtua dapat memberikan pilihan pada anak. Daripada mengatakan “Kamu tidak boleh menggunakan peralatan ayah!” lebih baik mengatakan “Ini adalah sejumlah peralatan yang kamu bisa gunakan untuk bermain, sedangkan untuk peralatan yang itu tidak boleh ya”.  Jadi, jangan hanya melarang anak tetapi juga beri mereka pilihan mana yang bisa mereka lakukan.
Prinsip-prinsip Koreksi
Koreksi perlu untuk mengubah perilaku yang salah. Namun koreksi perlu diberikan dengan cara yang tepat. Sebab bila koreksi diberikan dengan kasar justru dapat membuat anak merasa tidak nyaman dan berdampak pada menurunnya kepercayaan diri anak. Koreksi yang diberikan disertai dengan kemarahan orangtua akan membuat anak merasa kehilangan kasih sayang orangtua. Anak menjadi ragu apakah orangtua masih mengasihinya. Oleh sebab itu, tujuan dari koreksi seharusnya adalah mendapatkan perubahan perilaku menjadi lebih positif dengan dampak negatif seminimal mungkin.
Berikut adalah 7 prinsip dalam menerapkan koreksi :
  • Tolak perilaku negatif anak, tetapi jangan tolak anak secara pribadi.
Jangan katakan “Kamu lakukan hal buruk karena kamu anak nakal!” Saat kita mengatakan perilakunya tidak dapat diterima, anak perlu memahami bahwa ia sebagai pribadi tetap kita terima dan kasihi. Perilaku buruk tidak berarti anak menjadi buruk. Anak lebih dapat menerima koreksi ketika mereka tahu bahwa perilaku yang buruk tidak membuat mereka kehilangan kasih sayang orangtua. “Orangtuaku tidak suka apa yang kulakukan, tetapi aku tahu orangtuaku tetap mengasihiku.”
  • Jangan memberikan koreksi tanpa arahan.
Koreksi dapat membingungkan anak bila orangtua hanya melarang apa yang tidak boleh dilakukan anak. “Jangan lakukan itu!” “Tidak boleh ini, tidak boleh itu. Lalu aku harus lakukan apa”, kata anak kebingungan. Anak perlu diberitahu apa yang boleh ia lakukan. Oleh sebab itu saat memberikan koreksi, usahakan untuk memberikan pula alternatif pilihan yang dapat dilakukan anak.
  • Berikan koreksi yang non-evaluatif
Koreksi itu sudah bersifat kritik sehingga kita tidak perlu menambahkan lagi hal negatif yang dapat menyakiti hati anak. Misalnya “Kamu seharusnya tahu itu. Ayah kan sudah memberitahumu berulangkali. Kamu benar-benar anak yang tidak bisa diatur.” Daripada mengatakan hal seperti ini, lebih baik katakan dengan singkat “Ayah tidak setuju dengan pilihan yang kamu buat. Ini alasannya dan ini akibatnya. Kamu perlu melakukan konsekuensi ini untuk memperbaiki perilakumu.”
  • Fokus pada perilaku yang spesifik
Jangan gunakan bahasa yang abstrak untuk menjelaskan perilaku, misalnya “Kamu tidak bertanggung jawab”. Hal ini tidak menjelaskan apa yang ingin diubah dari perilaku yang salah tersebut. Lebih baik katakan perilakunya secara spesifik, seperti “Kamu sudah setuju untuk langsung pulang ke rumah setelah dari sekolah. Namun kini kamu main dulu di lapangan hingga sore dan membuat ayah serta ibumu cemas karena kamu tidak memberitahu. Kamu melanggar aturan dan kesepakatan kita bersama.”
  • Berikan koreksi yang bersifat mendidik
Apakah koreksi yang kita berikan dapat membuat perilaku anak berubah di masa mendatang? Semua itu tergantung pada bagaimana orangtua menggunakan perilaku yang salah itu sebagai sarana untuk mengajarkan anak mengenai perilaku yang baik. Oleh sebab itu, penting bagi orangtua untuk berdiskusi dengan anak mengenai apa yang salah dari perilakunya, mengapa anak berperilaku seperti itu, apa akibatnya, apa yang dapat dilakukan anak di lain waktu agar tidak terjadi lagi di kemudian hari. Koreksi dapat memberikan efek jangka panjang bila kita dapat menanamkan nilai-nilai pada anak sehingga ia mengerti bagaimana harus berperilaku.
  • Berikan apresiasi karena sudah mendengarkan
Tidak ada anak yang senang diberitahu mengenai perilakunya yang salah dan mendapat konsekuensi dari perilaku tersebut. Oleh sebab itu, kita perlu memberikan respon positif bila anak sudah mau mendengarkan apa yang kita mau.
  • Setelah berikan koreksi, berikan harapan akan kerjasama yang lebih baik di lain waktu
Selalu akhiri koreksi dengan mengatakan “Ayah tahu perilakumu akan lebih baik di lain waktu”.
 
 
Saat melakukan koreksi usahakan tetap memberikan respon yang rasional, daripada emosional. Jika mengoreksi anak dengan kemarahan, anak hanya akan mengingat kemarahan orangtua dan tidak menyadari kesalahannya sehingga anak tidak belajar dari kesalahan.
Sumber:
Pickhardt, C.E, Ph.D (2004) The Everything Parent’s Guide To Positive Disciplin. U.S.A : F+W Publication, Inc.

2 komentar:

  1. Terimakasih informasinya, izin untuk menshare ke orang lain..
    terimakasih

    BalasHapus
  2. Terimakasih informasinya, izin untuk menshare ke orang lain..
    terimakasih

    BalasHapus