Kamis, 09 Juli 2015

Kekerasan Pada Anak

gisel
ditulis oleh Gisella Tani Pratiwi, M.Psi, 
Psikolog Anak Klinik Psikologi Pelangi


Fenomena Kekerasan pada Anak
Menurut pernyataan Komnas PA, pada tahun 2010 di kawasan Jabodetabek, terdapat 2.046 kasus kekerasan terhadap anak. Lalu pada tahun 2011, terdapat kenaikan jumlah kasus kekerasan terhadap anak menjadi 2.462 kasus. Selanjutnya pada tahun 2012 naik lagi menjadi 2.626 kasus dan tahun 2013 melonjak menjadi 3.339 kasus. Sedangkan KPAI mencatat bahwa setidaknya terdapat rata-rata 3.700an kasus per tahunnya.
Namun harus diingat bahwa jumlah kasus kekerasan merupakan fenomena gunung es, dimana jumlah tersebut adalah kasus-kasus yang tampak di permukaan atau dalam kata lain dilaporkan, namun jumlah kasus sesungguhnya tidak diketahui karena masih banyak kasus-kasus kekerasan yang tidak atau belum terungkap. Kasus-kasus yang tercatat di atas pun baru merupakan gambaran sebagian kecil daerah di Indonesia. Jadi bisa dibayangkan betapa banyaknya kasus kekerasan terhadap anak yang masih terjadi pada anak-anak Indonesia.
Bentuk Kekerasan pada Anak
Sebelum membicarakan mengenai dampak dari kekerasan, mari kita pahami mengenai bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak.
  1. Kekerasan Fisik
  2. Kekerasan fisik adalah kekerasan yang menimbulkan luka atau dampak yang nyata secara fisik. Bentuk kekerasan yang dapat terjadi misalnya, dipukul, ditampar, didorong dengan keras, kepala dibenturkan ke dinding/benda keras, ditonjok, dsb.
  3. Kekerasan Psikis/Emosional
  4. Kekerasan psikis atau emosional adalah tindak kekerasan yang menimbulkan luka batin yang sulit terlihat secara kasat mata. Contoh bentuk kekerasan ini adalah, memberikan cap negatif kepada anak seperti mengatakan bahwa anak itu bodoh, anak tidak bermasa depan, lalu bisa juga dalam bentuk pembandingan dengan saudara lain sehingga meremehkan anak, mengabaikan pendapat anak, selalu memarahi anak dengan kata-kata kasar, selalu mengatakan dan bersikap yang membawa kebencian kepada anak, dsb.
  5. Kekerasan Seksual
  6. Kekerasan seksual adalah bentuk kekerasan yang meliputi segala perilaku dan sikap seksual kepada anak, baik yang dilakukan orang dewasa kepada anak atau pelaku anak kepada korban anak. Contohnya adalah pemerkosaan, pelecehan seksual, menjadikan anak pekerja seksual komersil, mempertontonkan adegan seksual kepada anak (baik secara langsung maupun melalui media seperti film dll), dsb.
  7. Kekerasan / Eksploitasi Ekonomi
  8. Kekerasan/Eksploitasi Ekonomi adalah bentuk kekerasan yang memanfaatkan keberadaan anak sebagai sumber pencaharian nafkah atau keuntungan ekonomi. Contohnya, menyuruh anak bekerja sebagai sumber nafkah keluarga, memaksa anak bekerja sehingga tidak memiliki waktu bermain/belajar, membawa anak untuk mengemis, dsb.
  9. Penelantaran
  10. Penelantaran dianggap terjadi jika pengasuh utama anak/pengasuh sah anak (orang tua atau kerabat atau pengasuh lainnya) tidak memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anak, yaitu kebutuhan sandang, papan, pangan, pendidikan, kesehatan serta pertumbuhan psikologis lainnya. Contohnya, kondisi rumah tinggal yang kotor, anak tidak diberikan makanan bergizi yang cukup, anak tidak diberikan akses pendidikan, anak tidak distimulasi secara psikologis, dsb.
Dampak Kekerasan terhadap Anak
Jelaslah bahwa kekerasan terhadap anak akan membawa dampak kepada perkembangan diri anak. Berikut adalah dampak-dampak kekerasan terhadap perkembangan anak dari aspek fisik, pola pikir serta sosial-emosional anak. Namun, harus diingat bahwa dampak-dampak ini bersifat subjektif dan khas sehingga tidak semua anak mengalami dampak yang sama. Dampak-dampak ini berpengaruh pada seluruh aspek perkembangan anak, dan dampak satu aspek saling mempengaruhi satu sama lain. Jika anda menemukan dampak-dampak ini pada anak anda atau anak-anak di sekitar anda, silahkan menghubungi ahli untuk mendapatkan bantuan lanjutan.
Berikut adalah dampak-dampak dari aspek fisik :
  • Luka fisik yang ringan seperti lebam, luka gores, benjol, dsb
  • Luka fisik yang berat (gegar otak, patah tulang, dsb)
  • Kematian
  • Pertumbuhan tubuh yg mungkin di bawah rata-rata anak seusianya
  • Sering/Mudah sakit
  • Psikosomatis : penyakit fisik tanpa alasan medis/kesehatan yang jelas, misalnya demam tiba-tiba, sakit perut, sakit kepala, dll.
  • Tampak lesu, tdk bersemangat/ceria
  • Gizi buruk -- Penelantaran
  • Perkembangan fisik kurang terstimulasi (tugas perkembangan terhambat)
  • Masalah tidur (mimpi buruk, sulit tidur, dll), sulit makan,
  • Penampilan fisik yang tampak lusuh/dekil, baju kotor, rambut kusut, kulit kotor, dst
  • Berikut adalah dampak-dampak dalam aspek pola pikir anak :
  • Mengganggap dunia tidak aman
  • Mudah berprasangka buruk
  • Menyelesaikan masalah dengan kekerasan, sering bertengkar dengan teman atau saudara
  • Merasa diri tidak berharga, kurang percaya diri
  • Merasa sebagai sumber masalah, menyalahkan diri sendiri
  • Merasa tidak memiliki solusi, merasa putus asa dan mudah menyerah
  • Merasa tidak memiliki harapan, merasa tidak berguna
  • Sulit berkonsentrasi, sehingga mungkin bermasalah dalam prestasi sekolah, mudah terganggu ketika mengerjakan tugas
  • Kemungkinan adanya perkembangan intelegensi yang kurang optimal
  • Berikut adalah dampak-dampak dalam aspek sosial-emosi anak :
  • Sulit bergaul, merasa minder
  • Menghindari bertemu orang lain, terisolasi
  • Merasa kesedihan mendalam, yang mungkin mengalami depresi
  • Merasa dendam, sangat agresif
  • Kesulitan mengelola emosinya : sering marah, marah dengan meledak-ledak, menangis terus, tiba-tiba merasa sedih, dsb.
  • Merasa putus asa
  • Memberontak pada peraturan atau pihak otoritas (orang tua, guru, dll)
  • Semua masalah emosi ini membuat anak sulit bersosialisasi
  • Mundur ke tahap perkembangan sebelumnya, misalnya mengompol kembali padahal sebelumnya tidak mengompol, kembali mengisap jempol, selalu ingin ‘menempel’ pada pengasuh utama padahal tadinya sudah mandiri, dsb.
  • Tidak maju pada tahap perkembangan selanjutnya, misalnya terus mengompol meski sudah berusia 6 tahun ke atas, terus membutuhkan kehadiran sosok pengasuh utama sebagai sumber rasa aman, dsb.Kekerasan seksual merupakan isu yang sensitif dan perlu mendapatkan perhatian khusus. Hal ini terjadi karena, pertama, isu seksual merupakan isu yang masih dianggap tabu oleh sebagian besar masyarakat. Sehingga ketika hal ini terjadi maka menjadi hal yang tidak mudah dipercaya dan menjadi pukulan besar, baik bagi anak maupun bagi keluarga serta masyarakat sekitarnya. Kedua, isu seksualitas merupakan isu yang masih belum dipahami sepenuhnya oleh anak sehingga anak pun sering kali tidak memahami benar akan kekerasan seksual yang ia alami. Ketiga, anak sering kali merasa bahwa dirinyalah yang menyebabkan tindakan kekerasan seksual ini sehingga untuk menceritakannya, anak merasa takut orang tuanya akan marah atau sedih. Keempat, pelaku sangat mungkin mengancam baik dengan cara halus maupun kasar sehingga anak terpaksa tidak menceritakan kejadian yang ia alami atau bahkan memanipulasi anak, misalnya dengan mengatakan bahwa tindakan kekerasan tersebut adalah bentuk rasa sayang pelaku kepada anak. Kelima, anak sulit menolak pelaku, karena sering kali pelaku adalah orang yang dikasihi atau dikenal.
  • Maka selain dampak-dampak umum yang dialami anak seperti yang diungkapkan di atas, ada beberapa dampak khusus yang mungkin dialami anak yang mengalami kekerasan seksual :
  • Kondisi Khusus : Bentuk Kekerasan Seksual
  • Gangguan-gangguan perilaku : menyakiti diri, agresivitas, relasi buruk di sekolah, drop-out/putus sekolah dll.
  • Luka pada kemaluan atau dubur, mengeluh sakit jika buang air
  • Mencari stimulasi seksual yang tidak sesuai dengan perkembangannya akibat terpapar pada seks terlalu dini dengan cara salah, mungkin memiliki rasa tertarik berlebihan & tidak dapat dikendalikan, pada hal-hal terkait pada seks, Contoh : bermain dengan tema-tema tentang hubungan seksual, bertanya hal-hal berkaitan dengan seksual yang tidak wajar, (untuk memahami wajar atau tidak, lebih baik memahami perkembangan anak dimana usia 3-5 tahun misalnya adalah masa anak mengeksplorasi diri terutama mengenali alat kelaminnya).
  • Penolakan, rasa jijik, muak, benci, takut pada lawan jenis / seks; di masa mendatang mungkin mengalami disfungsi seksual, membentuk persepsi salah mengenai relasi intim (sakit, tidak menyenangkan, penuh tekanan, dsb)
  • Merasa diri sudah ‘kotor’, mendapat stigma dari masyarakat
  • Menghindari tempat kejadian, tidak mau bertemu pelaku—trauma
  • Merasa dikhianati (terutama jika adalah pelaku orang yang dekat/dipercaya)
  • Tidak paham akan situasi yang terjadi
  • Sulit bersosialisasi secara normal karena rasa malu, minder, ingin menghindari cap negatif dari lingkungan
  • Jika menemukan bahwa anak anda atau anak-anak di sekitar anda mengalami kekerasan, berikut adalah hal-hal yang dapat anda lakukan :
    • Dengarkan cerita anak, terimalah emosi apapun yang timbul.
    • Tenangkan anak. Lakukan hal-hal sederhana yang membuatnya nyaman seperti memintanya untuk duduk, menarik napas perlahan, minum, dll.
    • Jangan menanyai anak mengenai alasannya karena cenderung akan menimbulkan rasa dipersalahkan.
    • Hindari komentar yang menyudutkan anak, seperti mempersalahkan anak, menanyakan mengapa anak mau, menanyakan mengapa anak tidak lari/mencari bantuan, dsb.
    • Hubungi ahli yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi anak, seperti pertolongan medis dan visum jika dimungkinkan, psikolog anak, petugas kepolisian, dan bantuan hukum. Usahakan meminta bantuan hukum kepada LBH atau pengacara atau tenaga medis atau psikolog yang sensitif gender.
    • Jika anak mengalami kekerasan seksual, simpanlah jika ada bukti fisik seperti pakaian dalam, dan ambillah foto jika ada luka, dan kondisi anak secara fisik.
    • Bagi orang tua khususnya :
  • Tenangkan diri anda, agar anda dapat membantu anak anda secara optimal
  • Carilah pihak yang bisa dipercaya untuk bercerita dan berdiskusi mengenai langkah-langkah yang akan dilakukan
  • Utamakan kesejahteraan anak
  • Pastikan anda mendapatkan informasi lengkap dari ahli (hukum, medis, psikologis) yang mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak
  • Informasi ini bisa digunakan untuk menjadi pertimbangan anda mengambil langkah-langkah lanjutan
  • Selamat menyambut Hari Anak Nasional pada tanggal 23 Juli nanti! Semoga anak-anak Indonesia terbebas dari kekerasan apapun bentuknya! Biarlah ini menjadi doa dan harapan kita bersama, karena di tangan anak-anaklah masa depan bangsa Indonesia.

1 komentar:

  1. Seringkali kekerasan pada anak terjadi di keluarga yang kurang mampu.Mereka sering ditindas baik di rumah atau sekolahan. tips mencegah kekerasan bisa baca disini - http://goo.gl/8eA0sY

    BalasHapus